Ahad 29 Mar 2015 20:45 WIB

Peneliti: Indonesia Harus 'Perang Terbuka' Hadapi Flu Burung

Rep: Andi Nurroni/ Red: Yudha Manggala P Putra
Subtipe flu yang menyerang unggas, H9N2 dilaporkan menginfeksi manusia di Hong Kong. (ilustrasi)
Foto: REUTERS
Subtipe flu yang menyerang unggas, H9N2 dilaporkan menginfeksi manusia di Hong Kong. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Kasus meninggalnya dua orang di Tangerang, Banten, akibat flu burung beberapa waktu lalu harus menjadi pesan agar pemerintah lebih bekerja keras menangani penyakit tersebut. Pakar flu burung Universitas Airlanga (Unair) Surabaya Prof Chairul Anwar Nidhom bahkan tak ragu menyatakan, Indonesia harus melakukan “perang terbuka” menghadapi flu burung.

Istilah “perang terbuka” digunakan Nidhom sebagai gambaran bahwa pemerintah harus fokus dalam mengatasi flu burung. Nidhom menyarankan, fokus pemerintah harus mencakup, mulai dari memetakan pola penyebaran, melindungi warga dengan vaksin, hingga mengetahui karakter serangan virus tersebut terhadap tubuh.

Menurut Nidhom, flu burung jenis H5N1 ditemukan tidak hanya pada unggas, tetapi juga pada babi dan kucing. “Model penyebaran dan pola penularannya kita belum tahu, kejadiannya pun tidak bisa kita tebak,” ujar Nidhom kepada Republika, Ahad (29/3).       

Kasus-kasus manusia yang tertular flu burung, menurut Nidhom, belum bisa dipetakan polanya. Ia menggambarkan, banyak korban yang terjangkit tidak berhubungan langsung dengan unggas. “Kawasan peternakan yang seharusnya menjadi pusat penyebaran justeru tidak menjadi endemik flu burung,” ujar Nidhom.

Sementara vaksin diberikan untuk melindungi manusia, kata Nidhom, para peneliti akan memetakan model penularan serta karakter serangan virus tersebut terhadap organ manusia. Untuk mengetahui organ tubuh mana saja yang disrang, kata Nidhom, perlu dilakukan autopsy terhadap korban. Selama ini, otopsi tidak bisa begitu saja dilakukan karena tidak adanya dasar hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement