Sabtu 28 Mar 2015 17:06 WIB

Saking Indahnya, Tempat Ini Dijuluki 'Pinggiran Surga'

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Karta Raharja Ucu
Salah satu pemandangan di Geopark Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat.
Foto: IST
Salah satu pemandangan di Geopark Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar mengaku tidak bisa menyembunyikan kekagumannya saat mendatangi Geopark Ciletuh, Sukabumi, Jabar. Ia mengaku sangat kagum setelah menyaksikan langsung keunikan Geopark Ciletuh di beberapa spot, seperti Sodong Parat, Batununggul, Ciwaru, dan Panenjoan Taman Jaya.

Kawasan Ciletuh, kata dia, merupakan sebuah Geopark. Hal ini, karena terdapat fenomena geologi yang unik. Di antaranya, terdapat kumpulan batu melans sebagai akibat dari tumbukan lempeng benua dan kerak samudra yang berumur tersier (50-60 juta tahun). Serta ada pula kontak batuan yang berumur kapur (150 juta tahun), dan batuan baru yang berumur sekitar 60 juta tahun.

Tak heran Pemerintah Provinsi Jabat pun akan serius mengembangkan Geopark Ciletuh. Kawasan wisata tersebut, rencananya akan dikembangkan di enam titik lokasi.

Tak tanggung-tanggung, pemprov bakal menyediakan anggaran sebesar Rp 200 Miliar dalam APBD Perubahan untuk mengembangkan Geopark Ciletuh. "Geopark Ciletuh ini, layak disebut Pinggiran Surga yang berada di Jawa Barat," ujar Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar, saat melakukan Deliniasi Kawasan Ciletuh bersama tim Kerja di Panenjoan, Taman Jaya, Kamis (26/03) petang.

Menurut Deddy, salah satu target pengembangan adalah akses jalan. Yakni, jalan sejauh 12 Km menuju Ciwaru, Kecamatan Ciemas akan diperbaiki. Selain itu, akan dibuat juga akses untuk pijakan kaki dan akses laut dari Pelabuhan Ratu.

Selain perbaikan tersebut, Pemprov Jabar juga menginginkan pembenahan sungai yang tercemar sendimentasi tanah, akibat pertambangan dan rusaknya daerah hulu sungai. Kalau semua sudah dibenahi, maka Ciletuh semakin pantas untuk dikatakan sebagai Pinggiran Surga.

“Tadi laut tercemar. Itu karena hulunya sudah rusak. Saya belum pernah kesana tetapi pasti sudah rusak," katanya.

Menurut Deddy, itu harus ditanami kembali. Agar, tidak ada sendimentasi tanah yang begitu kotor yang mencemari laut. Yakni, pembenahan penambangan di Cimarinjung dan hulu sungainya akan dibenahi.

"Itu jauh lebih mudah tetapi memang butuh waktu bisa 5-10 tahun tapi harus ditanami. Nah, kalau itu clear saya kira ini pinggiran surga,” kata Deddy.

Menurut Dosen Geologi Unpad Mega Fatimah Rosanah, yang turut serta dalam Rombongan Tim Kerja, di Pulau Jawa ada dua lokasi lain yang mempunyai keunikan seperti Ciletuh, yaitu di Bayat dan Karang Sambung, Jawa Tengah. Tetapi, kedua lokasi tersebut berada di tengah hutan. Sedangkan Ciletuh, mempunyai kelebihan karena pemandangan pantai dan keanekaragaman alamnya. (Baca: Mau Lihat Batuan dari Dasar Bumi? Di Sini Tempatnya).

“Ada di Bayat dan Karang Sambung Jawa Tengah. Tetapi berada di tengah hutan," katanya.  Ciletuh, kata dia, mempunyai amphitheater yang disebabkan longsor besar. Juga, salah satu buktinya banyak air terjun.

Menurut Mega, selain batuan Melans, di kawasan Ciletuh ada juga keunikan lainnya, yaitu adanya batuan Oviolit. Batuan ini merupakan batuan paling dalam dari kerak bumi yang ada di kedalaman sekitar 100 km lalu muncul ke atas permukaan bumi.

“Ada juga batuan Oviolit, batuan paling dalam dari kerak samudera yang berbatasan dengan mantel bumi yang komposisinya peridotit," katanya.

Seharusnya, kata dia, batuan tersebut berada puluhan ribu kilometer di bawah bumi sana. Tapi, sekarang bisa dilihat dipermukaan. Karena, mengangkat 100 km lebih naik ke permukaan. "Ini bukti tumbukan lempeng Benua Eropa-Asia dengan benua Laut Samudera Eurasia-Hindia dan Australia, yang terbentuk pada umur kapur kurang lebih 100 juta tahun yang lalu,” kata Mega.

Karena berbagai keunikan dan keunggulan ini, menurut Mega, Ciletuh, sudah diakui secara internasional dan berpotensi menjadi sarana penggerak ekonomi masyarakat. Namun, tetap harus dikembangkan dengan mengikuti kaidah konservasi dan menjadi sarana edukasi bagi masyarakat. “Ini sudah diakui secara internasional. Kemudian ada keragaman flora-fauna dan keragaman budaya, sehingga menjadi potensi geowisata,” kata Mega. N Arie

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement