REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Kepala Bidang Kehutanan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sugino mengungkapkan, sekitar 1.300 hutan "mangrove" (hutan bakau) di daerah itu rusak akibat pembalakan liar.
"Lahan mangrove yang rusak itu mencapai 10 persen dari total luasan hutan bakau di Kabupaten Penajam Paser Utara, itu akibat pembalakan liar yang dilakukan masyarakat," kata Sugino di Samarinda, Jumat.
Ia mengatakan kekarusakan hutan mangrove di wilayah pesisir pantai di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu, itu sudah sangat mengkhawatirkan.
"Sekitar 10 persen dari total 13 ribu hektare luasan hutan bakau, terutama yang berada di wilayah pesisir Babulu Laut, rusak atau gundul akibat pembalakan liar. Ini harus menjadi perhatian serius," ungkap Sugino.
Meskipun pengawasan di wilayah pesisir terus dilakukan, lanjut Sugino, upaya tersebut belum maksimal karena kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan mangrove masih rendah.
"Banyak masyarakat memanfaatkan pohon mangrove sebagai bahan baku pembuatan arang. Minimnya kesadaran masyarakat melindungi pohon bakau menjadi salah satu penyebab kerusakan hutan bakau di daerah ini," kata Sugino.
Selain itu, tambah Sugino, anggaran untuk rehabilitasi mangrove di sepanjang kawasan pesisir di Kabupaten Penajam Paser Utara, dalam APBD 2015 sangat minim. Padahal kata Sugino, sekitar 1.200 hektare hutan mangrove sebagai penahan terjadinya abrasi mengalami rusak parah.
"Dana rehabilitasi hutan mangrove dipotong sekitar 75 persen dari total usulan awal yang mencapai Rp2 miliar dan yang disetujui hanya Rp 500 juta karena dianggap belum prioritas," ujar Sugino.