REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Forum Diskusi Anggaran (FDA) Kabupaten Bandung meminta agar dana bansos dan hibah dalam APBD kabupaten tidak dicairkan pada tahun ini.
Tujuannya, menghindari penyelewengan dalam menggunakan dua sumber dana yang kerap digunakan untuk menyokong kampanye Pilkada calon incumbent itu.
"Untuk beberapa sumber dana yang terlalu leluasa penggunananya, seperti dana bansos dan hibah, memang seharusnya dipending pada tahun diselenggarakannya Pilkada," ujar Ketua Bidang Advokasi dan Hukum Forum Diskusi Anggaran (FDA) Kabupaten Bandung, Deni Abdullah, Kamis (26/3).
Deni pun meminta pihak-pihak terkait, yakni Pemerintah Provinsi, Kementerian Keuanngan dan Kementerian Dalam Negeri untuk sensitif melihat persoalan penggunaan dana bansos dan hibah ini.
Sebenarnya, lanjut dia, tiga lembaga pemerintah itu bisa mengupayakan supaya dana bansos dan hibah itu ditangguhkan. "Artinya dua sumber dana itu tidak dicairkan pada tahun Pilkada itu dilaksanakan," tutur dia.
Terlebih, karena dana bansos dan hibah ini ada dalam APBD yang sumbernya berasal dari pemerintah pusat, maka yang bisa mengurusnya, tentu pemerintah pusat. "Pusat harus sensitif terhadap hal ini," ujar dia.
Dua sumber dana itu, kata Deni, seharusnya dicairkan setelah Pilkada selesai. "Nanti saja dicairkannya, bisa di 2016, atau 2017 jika memang sudah terlanjur dialokasikan di APBD," tutur dia.
Menurut dia, saat ini dana bansos dan hibah itu belum cair. "Harusnya belum cair. Karena ini masih awal, triwulan pertama, Kalaupun sudah cair, ya belum cair semuanya," ujar dia.
Dengan begitu, pemerintah pusat masih memiliki waktu untuk menghentikan aliran dana bansos dan hibah itu. "Pusat masih punya waktu untuk mengerem," tutur dia.
Apalagi, menurut dia, tidak adil jika ada pejabat daerah yang menggunakan dana publik untuk kepentingan kampanye calon incumbent. "Mudah-mudahan ini tidak dijadikan alat politik, karena tidak fair," ujar dia.