Senin 23 Mar 2015 15:28 WIB

Diragukan, Keseriusan BPOM Awasi PT Kalbe Farma

Rep: C14/ Red: Djibril Muhammad
Pabrik obat Kalbe Farma
Foto: ANTARA
Pabrik obat Kalbe Farma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kalbe Farma diharuskan menarik obat anestesi produksinya, Buvanest Spinal, dari peredaran. Sebab, kesalahan pengepakan obat itu telah merenggut nyawa dua pasien di RS Siloam, Tangerang, beberapa waktu lalu.

Terkait itu, Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) Marius Widjajarta menyatakan, keseriusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam menindak PT Kalbe Farma patut diragukan.

Marius menuturkan, menurut keterangan pimpinan PT Kalbe Farma, dari sekitar 13 ribu pak Buvanest Spinal, yang sudah ditarik dari apotek-apotek seluruh Indonesia ada sekitar 10 ribu pak.

Lantas, lanjut dia, ada sekitar dua ribu pak Buvanest Spinal yang sudah terpakai. Namun, Marius meragukan penarikan Buvanest Spinal secara optimal oleh korporasi itu.

Sebab, Marius sendiri mengaku, masih bisa membeli Buvanest Spinal di tempat-tempat tertentu di bilangan Jakarta. Bahkan, bukti barangnya diperlihatkan langsung oleh Marius kepada pihak BPOM.

"Saya masih bisa beli (Buvanest Spinal) kok. Kan aneh. Bahkan, barang yang saya beli, dibeli lagi sama Kepala BPOM sebagai bukti. Saya kasih," ujar Marius Widjajarta saat dihubungi Republika, di Jakarta, Senin (23/3).

Oleh karena itu, lanjut Marius, pihaknya pun mempertanyakan keseriusan BPOM dalam mengawasi PT Kalbe Farma menarik Buvanest Spinal dari peredaran. Kesannya, kata Marius, pemerintah tidak responsif menanggapi dampak nyata dari kesalahan pengepakan obat itu.

Setidaknya, agar tak ada lagi masyarakat yang mengalami nasib serupa dua mendiang pasien RS Siloam, Tangerang, itu.

"Ini masalah nyawa. Kok dari pihak produsennya mengatakan, sudah selesai semua (Buvanest Spinal ditarik dari peredaran)? Jangan asal bicara dong," ucap dia.

Di sisi lain, lanjut Marius, pihak PT Kalbe Farma wajib serius mendekati dan meminta semua rumah sakit, klinik, maupun apotek di seluruh Indonesia untuk menyerahkan Buvanest Spinal yang tersisa kepada korporasi itu. Tentu, juga disertai kesungguhan PT Kalbe

Farma mengganti rugi tanpa berbelit-belit sejumlah uang yang telah mereka keluarkan untuk membeli sisa Buvanest Spinal tersebut. Setidaknya, kata Marius, besaran ganti rugi bisa dihitung dari harga eceran tertinggi (HET) per unit Buvanest Spinal.

"Badan POM juga harusnya tegas, sampai berapa lama penarikannya. Ini kan nggak. Terus malah percaya 100 persen sama Kalbe," katanya menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement