Kamis 19 Mar 2015 23:47 WIB
RUU Pertembakauan

Cegah Perokok Muda, DPR: Cukai Rokok Harusnya Tinggi

Rep: C14/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Dua peserta menempelkan cap telapak tangan ketika peringatan hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-50 di kawasan silang Monas, Jakarta, Rabu (12/11). Cap telapak tangan tersebut merupakan dukungan kampanye Komitmen Tidak Merokok.
Foto: Antara
Dua peserta menempelkan cap telapak tangan ketika peringatan hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-50 di kawasan silang Monas, Jakarta, Rabu (12/11). Cap telapak tangan tersebut merupakan dukungan kampanye Komitmen Tidak Merokok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menegaskan, RUU Pertembakauan bukan usulan dari komisi tersebut. RUU yang masuk ke dalam salah satu Prolegnas Prioritas ini, ungkap Dede, sebaiknya tidak mengabaikan aspek perlindungan kesehatan masyarakat.

Di saat yang sama, RUU ini juga mesti menjamin kesejahteraan petani tembakau, bukan korporasi semata. “Kami sudah bertemu dengan pegiat-pegiat anti-rokok, pegiat kesehatan, itu sudah paham sekali dampak tembakau. Oleh karena itu, kami tidak pernah mengusulkan RUU Pertembakauan,” kata Dede Yusuf kepada ROL, Kamis (19/3).

Dalam pandangan politikus Partai Demokrat ini, cukai rokok seyogianya dinaikkan. Sebab, besaran cukai saat ini, menurut Dede, masih kecil. Yakni, hanya sekira 30-45 persen dari biaya produksi rokok.

Alokasi dana cukai yang besar ini akan lebih diperuntukkan bagi kesejahteraan petani tembakau dan kampanye kesehatan. Misalnya, menurut Dede, adalah usulan yang baik bila ada alokasi dana cukai diperuntukkan untuk beasiswa anak-anak petani tembakau.

“Mestinya, naikkan (cukai rokok) hingga 50 persen, maka ada pemasukan negara yang cukup besar untuk kesejahteraan petani tembakau, bahkan memberikan beasiswa bagi anak-anak mereka. Kemudian juga anggaran kesehatan bisa ditingkatkan dari situ,” ucap dia.

Dede menuturkan, hingga saat ini, besaran cukai rokok hanya Rp 115 triliun. Dan kalau ditingkatkan, cukai rokok itu bisa mencapai Rp 150 triliun. Sementara itu, ungkap Dede, anggaran kesehatan saja masih sekira Rp 30 triliun. Termasuk ke dalam alokasi anggaran kesehatan itu, pengobatan untuk mengatasi penyakit-penyakit yang dipicu konsumsi rokok, pasif maupun aktif.

“Totalnya hanya sekitar Rp 30 triliun. Jadi sangat jauh sekali dibandingkan cukai,” keluh dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement