Kamis 19 Mar 2015 20:20 WIB

Kepala Daerah Belum Paham Pentingnya Transportasi Publik

Rep: C84/ Red: Indira Rezkisari
 Sejumlah angkutan umum menunggu penumpang di terminal Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (2/2).(Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Sejumlah angkutan umum menunggu penumpang di terminal Blok M, Jakarta Selatan, Selasa (2/2).(Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat transportasi dari Universitas Katholik Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengimbau kepada kepala daerah untuk sadar akan pentingnya penyediaan transportasi umum yang layak dan nyaman.

Subsidi BBM yang dinikmati kendaraan sepeda motor dan mobil membuat jumlah angkutan umum menurun drastis. Bahkan, ia menambahkan banyak kota di Indonesia yang tidak memiliki angkutan umum. Banyaknya masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi sepatutnya menjadi perhatian khusus bagi setiap kepala daerah.

"Jangan baru sadar kalau jalanan sudah macet akibat banyaknya kendaraan pribadi," ujarnya di Pacific Place, Jakarta, Kamis (19/3). Sejauh ini, lanjutnya, baru ada tiga kepala daerah di Indonesia yakni DKI Jakarta, Bogor, dan Tangerang yang menyadari pentingnya transportasi umum, itu pun setelah tingginya angka kemacetan di kota tersebut.

Djoko juga mempertanyakan sikap sejumlah kepala daerah yang menolak bantuan angkutan umum dari pemerintah dengan alasan tidak mampu membiayai biaya operasionalnya. Menurutnya, kendala itu dapat disiasati dengan menggandeng swasta.

Terkait konversi angkutan umum dari Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi Bahan Bakar Gas (BBG), Djoko menyarankan pemerintah mulai sekarang memberlakukan aturan kepada angkutan baru untuk menggunakan BBG. Hal ini ia katakan lantaran mahalnya biaya konversi dari kendaraan yang menggunakan BBM menjadi BBG.

Kebutuhan adanya transportasi umum yang layak dan nyaman dinilainya sudah menjadi keharusan jika berkaca pada tingkat kemacetan dan pencemaran udara yang terjadi saat ini. Tanpa sungkan, ia mengajak masyarakat memilih kepala daerah yang mempunyai program untuk membangun transportasi umum yang baik.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu heran dengan sikap beberapa kepala daerah yang hanya mengalokasikan dananya untuk membangun jalan setelah terpilih menjadi pemimpin di daerah tanpa memikirkan adanya transportasi umum yang baik. Kendala utama dari enggannya masyarakat beralih ke transportasi umum lantaran kualitas angkutan umum itu sendiri dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi.

Anggaran pengeluaran masyarakat Indonesia untuk transportasi juga dinilai sangat membengkak dan terbilang tidak efisien. Ia membandingkan dengan yang terjadi di Prancis dimana pengeluaran untuk transportasi umum tidak lebih dari tiga persen dari pendapatan per bulannya.

Ia menilai, mahalnya transportasi umum yang ada di Indonesia juga berimbas ke sektor pendidikan di daerah. Banyak pelajar yang enggan meneruskan sekolahnya ke jenjang SMA atau SMK lantaran jauhnya sekolah dan harus merogoh kocek lebih dalam jika menggunakan transportasi umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement