Selasa 17 Mar 2015 10:03 WIB

Kopel: Ahok akan Sulit Hapus Tunjangan Perumahan Anggota DPRD

Rep: Andi Nur Aminah/ Red: Hazliansyah
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Foto: Antara
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite pemantau legislatif (Kopel) Indonesia menilai ancaman Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk menghapus tunjangan perumahan anggota DPRD DKI Jakarta sulit terealisasi. Ahok akan mendapat perlawanan dari DPRD. Apalagi tunjangan perumahan bagi DPRD adalah salah satu fasilitas yang legal dan diatur dalam peraturan pemerintah.  

''Keliru kalau mau menghapus. Mungkin yang bisa dilakukan Ahok adalah mengurangi nilai dengan melihat tingkat kemampuan daerah,'' ujar Syamsuddin Alimsyah, Direktur Kopel  Indonesia, Selasa (17/3).

Syamsuddin menjelaskan, terkait fasilitas keuangan termasuk tunjangan perumahan tersebut tegas diatur dalam PP 24 tahun 2004 tentang  kedudukan keuangan pimpinan dan anggota DPRD. Disebutkan bahwa anggota DPRD sebagai unsur pemerintah daerah berhak menempati rumah dinas yang disiapkan pemerintah daerah. Terhadap daerah yang belum memiliki rumah dinas, maka dapat diberikan dalam bentuk tunjangan sesuai kemampuan daerah. 

"Nah kemampuan daerah ini yang bisa dikaji bersama. Apakah logis anggota DPRD menerima tunjangan sewa rumah senilai Rp 30 juta setiap bulannya? Sementara masyarakat Jakarta masih banyak hidupnya dalam kesusahan fasilitas yang memadai bahkan ada yang hidupnya di bawah kolong jembatan,'' ujar Syamsuddin.

Seperti diketahui, APBD adalah hasil persetujuan bersama DPRD dan eksekutif. Hasil persetujuan tersebut diatur dalam bentuk perda. Itu artinya setiap program dan kegiatan yang diterjemahkan dalam bentuk angka-angka dalam APBD  merupakan produk bersama. 

Syamsuddin mengatakan, eksekutif bertugas menyusun program dan kegiatan termasuk usulan kebutuhan dana. Sedangkan DPRD membahas dalam rangka memastikan program dan kegiatan tersebut pro rakyat serta alokasi anggarannya dinilai wajar dengan basis kebutuhan.

DPRD bertugas memastikan anggaran dalam APBD tersebut minim korupsi atau pemborosan anggaran. Meski demikian, dalam praktiknya kedua belah pihak, baik eksekutif dan legislatif rawan terjadi persekongkolan atau selingkuh dalam menyepakati anggaran. 

Oleh karenanya, untuk mengurangi praktik persekongkolan atau perselingkuhan dalam pembahasan, ia menegaskan rapat-rapat harus dipastikan terbuka, transparan dan melibatkan masyarakat. Masyarakat punya hak tahu berapa yang layak bagi DPRD untuk setiap bulannya mendapatkan tunjangan perumahan. 

Syamsuddin menambahkan, masyarakat juga punya hak untuk tahu manfaat alokasi tunjangan perumahan diberikan dalam rangka untuk aktif hadir bersidang. ''Bagi anggota DPRD yang malas hadir tidak pantas menerima tunjangan perumahan,'' ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement