REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daerah yang memasuki musim panen diimbau untuk memperkuat stok beras melalui pembuatan lumbung pangan desa. Apalagi, lumbung pangan selama ini berfungsi sebagai cadangan desa untuk mengatasi masa paceklik.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Marwan Jafar menilai ide itu sangat bagus. Bahkan, pihaknya ingin lebih dari itu, di mana lumbung pangan desa berfungsi juga sebagai cadangan beras nasional di luar yang dikelola Badan Urusan Logistik Nasional (Bulog).
"Jadi bisa ikut membantu pemerintah mengatasi kekurangan pasokan beras yang menyebabkan harga beras melambung seperti kemarin," ujar Marwan dalam siaran pers, kemarin.
Hampir sebulan ini, harga beras melonjak hingga Rp 12 ribu per kilogram. Lonjakan tersebut diperkirakan karena semakin menurunnya suplai beras yang masuk ke pasar. Beras mentik wangi, misalnya, yang semula hanya dijual Rp 10.800 per kilogram, kini dijual dengan harga Rp 12.500 per kilogram.
Sementara, beras jenis C4 yang semula hanya dijual Rp 9.500 per kilogram kini dijual Rp 11.000 per kilogram, jenis beras C4 Super Rp 9.500 per kilogram kini menjadi Rp 11.500 per kilogram dan Pandan Wangi yang sebelumnya dijual Rp 11.000 per kilogram kini Rp 12.500 per kilogram.
Menurut Marwan, lumbung pangan desa harus dikembangkan menjadi lembaga usaha desa berbasis pangan. Tentu saja pembentukan dan pengelolaan dilakukan pihak aparatur desa yang bergerak di bidang penyimpanan, pendistribusian, pengolahan dan perdagangan beras, serta bahan pangan pokok lainnya.
Karena itu, Marwan menegaskan, lumbung pangan desa paling tepat dikembangkan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), karena kelembagaan BUMDes telah memiliki payung hukum dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
"BUMDes adalah lembaga usaha desa yang dibentuk dan dikelola bersama oleh masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa," katanya.