Jumat 13 Mar 2015 21:18 WIB

TB Menular karena Masalah Sosial Ekonomi yang Rendah

Rep: RR Laeny Sulistywati/ Red: Karta Raharja Ucu
Tuberkulosis
Tuberkulosis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zaenal Abidin mengatakan, untuk mengatasi penyakit tuberkulosis atau TB, bukan hanya masalah medis, melainkan sosial ekonomi rendah. Karena TB menular pada orang yang tinggal di perumahan kumuh, tidak ada sirkulasi udara, bahkan asupan gizi yang kurang bagus.

Sehingga, TB kebanyakan terjadi pada negara berkembang dengan kondisi sosial ekonomi yang buruk.

“Pengobatan penting, tapi yang paling penting menyelesaikan masalah sosial ekonominya,” katanya, Jumat 13/3.

Untuk mengantisipasi penularan penyakit ini, kata dia, dibutuhkan beberapa upaya. Pertama,  menghindari penularan TB, dan untuk penderita melakukan etika batuk yaitu menutup mulut dengan tangan atau tisu ketika batuk. Sehingga,orang lain tidak tertular. Karena ia khawatir, jika penyakit ini menular dapat menyebabkan resistensi. Selain itu, penderita TB harus menjalani pengobatan secara tuntas.

“Sedangkan pemerintah harus bertanggung jawab terhadap warga negaranya seharusnya melakukan perbaikan kondisi sosial ekonomi,” katanya.

Selain itu, pihak berwenang diharapkan memberikan edukasi ke masyarakat bagaimana cara penularan TB. Pemerintah juga harus menyediakan obat untuk penularan TB, dan memberikannya sampai penderita sembuh.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia menyatakan bahwa penyakit tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyebab kematian utama‎ pada perempuan usia reproduktif. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes Indonesia, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, ibu yang menderita TB akan mengakibatkan enam kali peningkatan risiko kematian perinatal pada bayinya.

Selain itu, ibu sakit TB membuat meningkatnya risiko dua kali ‎melahirkan prematur dan atau berat badan bayi lahir rendah. “Kejadian TB pada Ibu hamil yang juga positif Human Immuno Deficiency Virus (HIV) akan meningkatkan risiko kematian Ibu dan bayi sebanyak 300 persen,” ujarnya pada ROL, Jumat (13/3).

Di daerah dengan angka HIV tinggi, kata dia, TB merupakan 15-34 persen penyebab tidak langsung kematian Ibu. Ia menambahkan, TB genital merupakan penyebab penting.  “Pada tahun 2013 diperkirakan ada 3,3 juta perempuan sakit TB di dunia,” katanya.

Dan hampir 70 persen diantaranya tinggal di kawasan WHO Afrika dan Asia Tenggara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement