Jumat 13 Mar 2015 14:01 WIB

KPK Akui Minta Penundaan Penyidikan Kasus Samad dan BW

Ketua KPK Abraham Samad bersama Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kanan).
Foto: Antara/Reno Esnir
Ketua KPK Abraham Samad bersama Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Plt Pimpinan KPK Johan Budi mengakui adanya surat permintaan penundaan penyidikan perkara dengan tersangka Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto.

"Kalau tidak salah ada surat untuk menunda pemeriksaan kepada Pak BW (Bambang Widjojanto) dan Pak AS (Abraham Samad)," kata Johan melalui pesan singkat di Jakarta, Jumat (13/3).

Namun, lanjutnya, surat tersebut bukan merupakan permintaan penghentian penyidikan. Menurut pimpinan KPK Zulkarnain, penundaan pemeriksaan itu dapat menenangkan situasi antara KPK dan Polri. "Ada kesepakatan yang bagus ya, cooling down lah," katanya melalui pesan singkat.

Sebelumnya pada Rabu (11/3), Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Pol Badrodin Haiti mengatakan, kasus AS dan BW ditunda untuk sementara hingga situasi kembali kondusif. Menurut dia, penundaan proses hukum tersebut dapat memakan waktu satu hingga dua bulan.

Badrodin mengatakan, pihaknya tetap melanjutkan kasus keduanya karena tidak ada alasan hukum untuk menghentikan penyidikan. Pada Rabu tersebut, Bambang Widjojanto juga datang ke Bareskrim Polri untuk menyerahkan surat yang dari Plt KPK Taufiequrachman Ruki yang berisi permintaan agar pemeriksaan para pimpinan KPK nonaktif dan para pegawai KPK dihentikan.

Hal tersebut menurut Bambang, merujuk pada kesepakatan pembicaraan pimpinan KPK, Polri dan Jaksa Agung sebagai respon dari permintaan Presiden Joko Widodo yang ingin agar kriminalisasi pimpinan KPK dihentikan.

Permintaan Presiden itu menurut Bambang disampaikan melalui Menteri Sekretaris Negara Praktikno, sehingga penyidik Polri tidak berhak melakukan pemeriksaan. Bambang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 oleh Bareskrim Polri pada 21 Januari 2015.

Sedangkan Samad ditetapkan sebagai tersangka sejak 9 Februari 2015 oleh Polda Sulawesi Selatan Barat berdasarkan laporan Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat yang juga menjadi tersangka pemalsuan dokumen paspor.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement