Jumat 13 Mar 2015 03:11 WIB

Imparsial Desak Pemerintah Revisi UU Peradilan Militer

Rep: reja irfa widodo/ Red: Ani Nursalikah
Prajurit TNI
Prajurit TNI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diharapkan melakukan revisi terhadap UU 31/1997 tentang Peradilan Militer dan segera disertakan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU 2015-2019 dan agenda legislasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Bidang Pertahanan dan Keamanan.

Pasalnya, UU Peradilan Militer saat ini dianggap menjadi sarana impunitas (kekebalan) hukum bagi personel TNI yang kedapatan melakukan tindak pidana umum dan kasus pelanggaran HAM.

Tidak adanya agenda revisi UU Peradilan Militer itu menjadi salah satu sorotan Lembaga Penggiat Hak Asasi Manusia, Imparsial. Selain itu, pemerintah juga dinilai lalai lantaran mengajukan dua RUU yang berpotensi mengancam kehidupan demokrasi, yaitu RUU Kamnas dan RUU Rahasia Negara.

''Padahal kedua RUU itu pernah ditolak masyarakat pada periode pemerintahan yang lalu karena dinilai akan mengancam kehidupan demokrasi dan pemajuan HAM,'' kata Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, saat memberikan keterangan pers di Kantor Imparsial, Tebet Utara, Jakarta Selatan, Kamis (12/3).

RUU Kamnas secara urgensi masih belum dibutuhkan, karena pengaturan rahasia negara sudah diatur secara eksplisit pada UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Nomor 14 Tahun 2008. Sementara UU Kamnas, yang menyebutkan tata kelola sektor pertahanan keamanan dan sistem pertahanan keamanan, belum terlalu mendesak untuk dibutuhkan. Pasalnya, UU Pertahanan, UU TNI, UU Polri, dan UU Intelijen sudah mengatur soal tata kelola dan sistem pertahanan keamanan.

Terkait revisi UU Peradilan Militer, Poengky menyebutkan, agenda mereformasi peradilan militer adalah keharusan konstitusional yang wajib dijalankan oleh pemerintah. Hal ini berdasar pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang menyebut segala warga negara bersamaan kedudukannya di atas hukum dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada kecuali. Artinya, semua warga negara, termasuk personil TNI memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum.

''Sehingga semuanya harus tunduk pada kekuasaan peradilan umum ketika melakukan tindak pidana umum,'' ujarnya.

Selama ini, Peradilan Militer dianggap memiliki yuridiksi yang sangat luas, yaitu tidak hanya mengadili personil TNI yang melakukan pelanggaran hukum militer. Tapi mengadili anggota militer yang melakukan tindak pidana umum.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement