Rabu 11 Mar 2015 17:25 WIB

Komnas HAM Tolak Minta Maaf kepada Bareskrim Polri

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Karta Raharja Ucu
Wakil Ketua KPK non aktif Bambang Widjojanto berjalan keluar usai melakukan pertemuan di Komnas HAM, Jakarta, Selasa (10/3).
Foto: Antara/Vitalis Yogi Trisna
Wakil Ketua KPK non aktif Bambang Widjojanto berjalan keluar usai melakukan pertemuan di Komnas HAM, Jakarta, Selasa (10/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) diminta melakukan permintaan maaf terbuka di depan media, lantaran dianggap menghina dan mencemarkan nama baik penyidik Bareskrim Polri. Permintaan itu adalah salah satu tuntutan somasi yang dilayangkan penyidik Bareskrim Polri kepada Komnas HAM.

Penghinaan dan pencemaran nama baik itu, diduga dilakukan Komnas HAM saat mempublikasikan hasil temuan terkait penyelidikan soal proses penangkapan Wakil Ketua nonaktif KPK, Bambang Wijojanto.

Komnas HAM menilai, penangkapan BW menyalahi prosedur dan memiliki unsur dugaan pelanggaran HAM. Tidak terima dengan hasil publikasi tersebut, penyidik Direktorat Tindak Pidana dan Khusus Bareskrim Polri lewat pengacara Frederich Yuniarta melayangkan somasi kepada Komnas HAM dan melaporkannya ke Polda Metro Jaya.

Salah satu tuntutan dalam somasi adalah meminta Komnas HAM membatalkan dan menarik kembali pernyataan yang disampaikan kepada media dan massa, sekaligus meminta maaf secara terbuka, lantaran dianggap melakuka penghinaan dan pencemaran nama baik. Namun, Komnas HAM menolak untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Komisioner Komnas HAM, Siti Noor Laila, merasa tidak melakukan unsur pencemaran nama baik ataupun fitnah yang ditujukan kepada invidu-individu tertentu. Dalam konteks UU no.39/1999 tentang HAM negara memliki kewajban pemenuhan HAM. Negara diwakili oleh pemerintah dan pelaksananya adalah institusi milik negara, dalam hal ini adalah kepolisian. Sehingga, kata dia, Komnas HAM menilai sebuah peristiwa, apakah peristiwa itu ada pelanggaran HAM atau tidak dan kemudian bagaimana peran negara.

Peristiwa disini menurutnya adalah penangkapan yang dilakukan Bareskrim Polri kepada BW. "Jadi Komnas HAM tidak menilai kerja individu-individu, tapi peristiwa. Sama sekali tidak bicara individu, karena itu jauh dari pencemaran nama baik," kata Laila, Rabu (11/3).

Laila berkata, Komnas HAM berkewajiban menerima laporan dan aduan dari pihak mana pun. Kemudian Komnas HAM akan menindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan, pemantauan, dan bahkan mediasi.

Dalam proses kerja itu, lanjut Laila, publik berhak tahu hasil-hasil temuan dari Komnas HAM. Inilah yang selama ini telah dilakukan, termasuk saat menerima pengaduan dan laporan dari BW.

Namun dalam publikasi ke publik, Komnas HAM tetap memilah dan memilih mana bagian-bagian yang layak untuk diberitahukan ke publik. Tentu data soal ketertangan pihak terkait dilakukan secara tertutup dan tidak dibuka ke publik.

"Tapi secara umum, kerja yang telah kami lakukan, tentu publik menanti dan menjadi kwajiban Komnas HAM untuk menyampaikan," ujar Laila.

Cara kerja ini, ujar Laila, sepertinya juga dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam mengungkap kasus-kasus yang menjadi sorotan publik. Tapi, polisi tentu tidak secara detail memberikan informasi ke publik, seperti keterangan saksi ataupun temuan lain, namun lebih secara umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement