REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow mengatakan pemerintah tidak bisa menjadikan partai politik (Parpol) di luar negeri sebagai patokan, dalam rencana pemberian dana bantuan terhadap Parpol di dalam negeri.
"Di banyak negara memang sudah terjadi (Parpol mendapat bantuan dana dari pemerintah), namun konteks kita berbeda dengan luar negeri, selain itu kondisi Parpol di luar negeri juga berbeda dengan di Indonesia," jelasnya kepada ROL, Selasa (10/3).
Jeirry menjelaskan, pengelolaan angaran di negara lain sudah sangat jelas dan tertata, selain itu mekanisme sudah transparan. Kedua hal tersebut menurutnya menjadi wajar jika pemerintah negara lain memberikan dana bantuan besar untuk tiap parpol.
"Sebab, dengan begitu Parpol bisa mempertanggungjawabkan anggaran yang diberikan pemerintahnya," katanya.
Ia melanjutkan dibandingkan dengan parpol yang ada di Indonesia, masih banyak masalah yang terjadi dari sisi transparansi keuangan Parpol. Terlebih persoalan pengelolaan anggaran di tubuh Parpol masih meragukan.
Kondisi yang berbeda antara Indonesia dengan negara lain inilah yang menurutnya harus dipikirkan pemerintah terkait kebijakannya. Tak ada jaminan apakah nantinya dana bantuan tersebut akan berguna sesuai dengan tujuan awalnya.
"Pengelolaan keuangan partai tidak pernah beres. Jangan sampai lagi-lagi negara merugi apalagi dana yang digunakan adalah uang rakyat," tegasnya.
Pengelolaan dana yang masih tidak jelas ini menjadi faktor ia menolak dengan tegas kebijakan yang awalnya dilontarkan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. Pemerintah akan memberikan dana sebesar Rp 1 triliun untuk penggunaan pengembangan partai.
Walaupun menurutnya tidak haram negara memberikan bantuan tersebut. Hanya saja pelaksanaannya memerlukan pengawasan dan sanksi tegas bagi yang melanggar.