REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito menyatakan tak mempermasalahkan ide kebijakan pemberian dana Rp 1 Triliun bagi partai politik (parpol). Namun kebijakan ini mesti dengan persyaratan adanya audit kinerja parpol sebelum diberikan dana tersebut.
Nantinya, kata dia, jika kebijakan dana Rp 1 Triliun per partai diterapkan, bantuan ini diberikan sesuai dengan kinerja parpol. Jadi sebelum adanya pemberian bantuan dana tersebut kinerja parpol harus diaudit dulu.
"Kalau kinerja bagus partai diberikan reward berupa pendanaan tambahan. Tetapi kalau kinerjanya jelek maka parpol tak perlu dibantu pendanaan," ujarnya, Senin (9/3).
Dia menyebutkan konsep audit kinerja parpol bisa memakai dasar UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu kata dia bisa juga acuannya memakai UU No 2 Tahun 2011 tentang parpol.
"Inti dari dua UU yang ada yakni parpol harus bisa bersikap transparan pada publik. Dari sini parpol harus melaporkan kinerja mereka pada publik," kata dia.
Arie menyatakan saat ini sebenarnya bantuan dana dari pemerintah ke parpol itu sudah ada. Dia menyatakan bantuan tersebut berbasiskan perolehan suara suatu partai dalam pemilu. Namun, kata dia, ini memang nominalnya tak sampai Rp 1 triliun. "Hanya Rp 108 juta untuk setiap satu suara partai di tingkat nasional," kata Arie.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo secara pribadi mengusulkan ke depan perlu adanya wacana jangka panjang dari pemerintah untuk membiayai parpol dengan APBN. Dia mengusulkan agar setiap parpol diberikan dana bantuan sebesar Rp 1 Triliun.
Dana itu, kata dia, dapat digunakan untuk persiapan dan pelaksanaan pemilu. Terutama untuk pendidikan kaderisasi dan melaksanakan program dan operasional. Di samping itu kebijakan ini harapannya bisa menekan angka korupsi yang biasa dilakukan oleh parpol.
Hal ini menurutnya penting karena parpol merupakan tempat rekrutmen kepemimpinan dalam negara yang demokratis. Persyaratannya, kata Tjahjo, kontrol kepada partai harus ketat dan transparan.
Jika ada yang melanggar aturan, sambungnya, harus ada sanksi keras termasuk pembubaran partai dan sanksi lain yang diatur dalam UU Partai Politik.