REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Ichsanudin Noorsyn menilai, ada konstruksi besar yang mengondisikan Indonesia agar tetap dalam kondisi kisruh pasca pemilihan umum 2014. Menurut Noorsy, saat ini di Indonesia, marak dengan kisruh-kisruh yang tidak terkait sama sekali dengan persoalan dasar kesejahteraan rakyat atau konstitusi. Ia menyebutkan beberapa contoh, yakni keributan KIH-KMP, keributan PPP, keributan Golkar, dan sekarang Ahok-DPRD.
Terkait anggapan tersebut, politikus Partai Nasdem, Johnny G Plate mengatakan, tidak benar ada pembiaran kekisruhan pasca pemilu. Menurut Johny, hal tersebut hanyalah bagian dari dinamika politik yang wajar.
"Itu tidak benar, istilah konflik itu kan seolah luar biasa padahal itu bagian dari dinamika demokrasi. Politik adalah bagian dari demokrasi. Kalau demokrasi aman-aman saja sudah terpimpin negeri ini," kata Johnny kepada Republika, Ahad (8/3).
Johnny mengatakan, konflik-konflik yang terjadi saat ini masih terkendali. Konflik-konflik tersebut, lanjutnya, menunjukkan dinamika demokrasi berjalan dengan baik dan merupakan bagian dari pendewasaan dunia politik Indonesia.
Meski begitu, Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR tersebut mengatakan, para penyelenggara negara tidak boleh berlarut dalam konflik dan melupakan tujuan dari demokrasi. Tujuan tersebut, kata Johnny, yakni untuk menyejahterakan rakyat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
"Saat sekarang ini yang begitu bertubi-tubi dinamikanya yang kemudian bisa akan berdampak pada efektif dan efisiennya penyelenggaraan negara. Itu yang kita hindari," ujarnya.
Ia pun mengingatkan, adanya potensi oknum-oknum yang memanfaatkan konflik untuk kepentingannya sendiri.
"Dalam politik pasti aja ada kepentingan. Tapi dilihat dari pemimpin politik mudah-mudahan sebagai tokoh nasional mereka kan juga punya kepentingan stabilitas politik dalam negeri. Pemilu kan sudah selesai. Apalagi sih," kata Johnny.
"Untuk solusinya, kita ikuti aturan-aturan hukum, jangan terlalu bias menerjemahkan peraturan UU yang kita miliki. Demokrasi kita ada batasnya. Jangan menang-menangan," ujar anggota Komisi hukum DPR tersebut menambahkan.