Kamis 05 Mar 2015 18:13 WIB
Eksekusi Mati Gembong Narkoba

Terpidana Mati Raheem Ajukan Gugatan ke PTUN

Sejumlah wartawan berusaha menunggu keluarnya Raheem Agbeja Salami terpidana mati asal Cordova, Spanyol sebelum dipindahkan ke Nusakambangan, di Lapas Madiun, Jatim, Rabu (4/3) dini hari. (Antara/Siswowidodo)
Sejumlah wartawan berusaha menunggu keluarnya Raheem Agbeja Salami terpidana mati asal Cordova, Spanyol sebelum dipindahkan ke Nusakambangan, di Lapas Madiun, Jatim, Rabu (4/3) dini hari. (Antara/Siswowidodo)

REPUBLIKA.CO.ID, MADIUN -- Terpidana mati kasus narkoba Stephanus Jamiu Owolabi Abashin alias Raheem Agbaje Salami asal Nigeria, mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas keputusan Presiden yang menolak grasinya.

Penasihat hukum terpidana mati Raheem, Utomo Karim, Kamis, mengatakan gugatan PTUN itu dilayangkan karena pihaknya menilai keputusan presiden yang menolak grasi pada awal tahun 2015 lalu adalah tidak sah demi hukum.

"Hal itu mengacu pada pasal 15 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002," ujar Utomo karim saat dihubungi melalui telepon.

Ia menjelaskan, kliennya Raheem mengajukan grasi pada September 2008. Saat itu berlaku Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002. Ketika ada perubahan undang-undang tersebut pada 2010, terdapat pasal 15 A ayat 1 yang intinya menyebutkan permohonan grasi yang belum diselesaikan berdasar Undang-Undang 2002 harus diselesaikan paling lambat 22 Oktober 2012.

Kenyataannya, presiden baru menyatakan menolak grasi tersebut pada awal 2015. Karena itulah, dia menganggap bahwa penolakan grasi yang dikeluarkan presiden itu tidak sah.

"Makanya, klien saya mengajukan gugatan ke PTUN. Sidang perdana baru akan digelar di Jakarta pada 9 Maret 2015 mendatang," terang Utomo Karim.

Selain menilai penolakan grasi tidak sah, ia juga meminta agar eksekusi mati terhadap kliennya yang saat ini sudah berada di Lapas Nusakambangan ditangguhkan terlebih dahulu.

"Saya sangat berharap tim eksekutor untuk menghormati proses hukum yang masih berlangsung. Jangan sampai nanti gugatannya menang tapi orangnya sudah "di-dor". Meski sebagai terpidana, yang bersangkutan tetap memiliki hak-haknya," kata Karim.

Saat ditelepon, Karim mengaku sedang di dalam perjalanan kereta api menuju Cilacap, Jawa Tengah, untuk bertemu dengan kliennya. Selain ingin melihat kondisi Raheem, ia juga ingin berkoordinasi mengenai gugatannya tersebut.

Hal lain yang membuatnya yakin mengajukan gugatan adalah selama menjalani hukuman 17 tahun di penjara, kliennya selalu berkelakuan baik. Raheem juga sadar bahwa perbuatannya melanggar hukum di Indonesia. Karena itulah, dia memohon maaf kepada bangsa Indonesia.

Dalam permohonan gugatan tersebut, Raheem juga menginginkan presiden dan pengadilan mengubah hukumannya dari hukuman mati menjadi pidana penjara 20 tahun, sesuai vonis di persidangan tingkat pertama.

"Permohonan penggantian hukuman itu juga dikuatkan dengan penilaian Bapas yang mendukung usulan perubahan pidana hukuman mati menjadi pidana sementara," tambahnya.

Seperti diketahui, Stephanus Jamiu Owolabi Abashin ditangkap di Bandara Juanda pada 1997 karena kedapatan membawa 5,2 Kilogram heroin. Ia masuk ke Indonesia dengan paspor Cordova atas nama Raheem Agbaje Salami.

Warga Nigeria itu lalu diproses hukum dan langsung divonis hukuman mati pada tahun 1999. Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, dia mengajukan grasi pada September 2008. Jawaban grasi tersebut baru turun tujuh tahun kemudian dan isinya ditolak. Kini ia sedang berada di Lapas Nusakambangan guna menanti eksekusi mati bersama sejumlah terpidana mati kasus narkoba lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement