REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Uni Eropa menyampaikan penolakannya terhadap rencana pelaksanaan hukuman mati para narapidana kasus narkotika di Indonesia. Dubes Uni Eropa Olof Skoog pun menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di kantor Wapres pada siang ini.
"Iya tadi kita menyampaikan hal itu. Eksekusi hukuman mati ada dalam agenda utama kita. Kami tidak setuju. Tapi banyak hal lain yang kami sepakati," kata dia usai menemui Wapres JK, di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (5/3).
Skoog menilai eksekusi mati yang dijatuhkan kepada para narapidana kasus narkotika tersebut tak akan efektif untuk mencegah peredaran narkoba. Hukuman mati itu pun, kata dia, tidak dapat dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya.
"Kami tidak suka. Kami keberatan secara prinsip. Menurut kami, negara tidak boleh mengambil nyawa warga negaranya," tambah Kalla.
Kendati demikian, ia menegaskan kejahatan narkotika merupakan kejahatan yang serius. Namun, hukuman mati bukanlah solusi yang tepat untuk diterapkan.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung akan melakukan eksekusi mati tahap II terhadap 11 narapidana narkotika. Mereka adalah:
1. Syofial alias Iyen bin Azwar (WNI) kasus pembunuhan berencana
2. Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina) kasus narkoba
3. Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia) kasus narkoba
4. Harun bin Ajis (WNI) kasus pembunuhan berencana
5. Sargawi alias Ali bin Sanusi (WNI) kasus pembunuhan berencana
6. Serge Areski Atlaoui (WN Prancis) kasus narkoba
7. Martin Anderson alias Belo (WN Ghana) kasus narkoba
8. Zainal Abidin (WNI) kasus narkoba
9. Raheem Agbaje Salami (WN Cordova) kasus narkoba
10. Rodrigo Gularte (WN Brazil) kasus narkoba
11. Andrew Chan (WN Australia) kasus narkoba