REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fahira Idris, menilai awal mula praktik korupsi terutama di daerah-daerah memang terjadi sejak penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Hal ini dapat dilihat hampir 80 persen kasus korupsi yang ditangani KPK berasal dari proyek pengadaan barang dan jasa yang sumber pendanaannya dari APBD.
“Harusnya ini jadi pelajaran baik bagi Pemerintah Provinsi dan DPRD DKI Jakarta agar menyusun APBD sesuai kebutuhan warga bukan kepentingan pribadi,” jelas Fahira, dalam keterangan tertulis, Senin (2/3).
Menurutnya, APBD harus disusun berdasarkan kebutuhan rakyat, bukan berdasarkan kebutuhan proyek-proyek pribadi maupun kelompok.
Proyek pribadi ada karena persekongkolan antar legislatif dengan eksekutif. “Jika kondisi ini yang terjadi pada APBD DKI Jakarta, oknum yang terlibat harus segera ditindak tegas,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD ini.
Contoh proyek yang mengada-ngada adalah proyek pengadaan uninterruptible power supply (UPS) dengan harga yang tidak masuk akal.
Selain itu, program pengadaan buku trilogi hingga 30 miliar yang sama sekali bukan program yang substantif dan tidak pro rakyat. “Saya heran kenapa program-program tidak penting seperti ini bisa disahkan,” ungkap Fahira menjelaskan.