REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, hukum harus menjadi panglima di Indonesia, bukan politik.
"Hukumlah yang harus menjadi panglima di negeri ini, bukan politik, karena hukum mampu memberikan kepastian-kepastian," katanya dalam peluncuran buku biografi Mochtar Kusuma-atmadja di Jakarta, Sabtu (28/2).
SBY mencontohkan pernyataannya tersebut dengan penjelasan mengenai gagasan Wawasan Nusantara yang diperkenalkan oleh Mochtar Kusuma-atmadja. "Wawasan Nusantara merupakan landasan hukum yang mampu menghadirkan kepastian batas laut dan kontinen," katanya.
Dalam sambutannya, SBY menyebut Mochtar Kusuma-atmadja sebagai pemimpin dan negarawan Indonesia. "Pemikiran Mochtar sebagai pemimpin dan negarawan telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah negeri," katanya.
SBY mengatakan, ketika dunia berubah, tantangannya juga ikut berubah sehingga pemimpin dan tokoh bangsa pada zamannya harus ikut mengalami perubahan.
"Pemimpin harus adaptif, responsif dan cerdas. Romantisme masa lalu tidak boleh membelenggu, harus responsif sesuai semangat zaman," katanya.
SBY juga menilai Mochtar sebagai perintis implementasi "smart power" dalam konsep diplomasi Indonesia. "Smart power", menurut SBY, merupakan gabungan dari "soft power" dan "hard power", yang telah dikenal sebagai konsep kekuatan negara-bangsa dalam ilmu hubungan internasional.
"Selama menjadi diplomat, Mochtar Kusuma-atmadja ada kalanya tegas dan ada kalanya lunak. Hubungan internasional Indonesia terjaga baik dalam kepemimpinannya, terutama di ASEAN," katanya.
Di akhir sambutannya, SBY memberikan sebuah pernyataan yang mengandung canda. "Selain kekuasaan, ternyata kata juga mampu menggoda. Speak and word can corrupt," kata SBY mengakhiri sambutannya.
Mochtar Kusuma-atmadja dikenal sebagai konseptor dari Deklarasi Pemerintah RI 13 Desember 1957 atau Deklarasi Djuanda mengenai prinsip negara kepulauan yang terkenal sebagai Wawasan Nusantara. Mochtar Kusuma-atmadja menjabat sebagai Menteri Kehakiman periode 1974-1978 dan Menteri Luar Negeri 1978-1988.