Jumat 27 Feb 2015 17:54 WIB

Putusan Hakim PTUN Dinilai Cederai Gerakan Moral PPP

Wapres Jusuf Kalla didampingi Menag Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Surabaya Romahurmuziy.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Wapres Jusuf Kalla didampingi Menag Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar Surabaya Romahurmuziy.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muktamar Surabaya, M Romahurmuziy, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) usai dinyatakan kalah dari PPP Muktamar Jakarta pimpinan Djan Faridz.

Sekretaris Majelis Syariah DPP PPP KH. Fahrurrozi mengatakan, putusan hakim PTUN pada persidangan Rabu (25/2) lalu tersebut telah mencederai gerakan moral PPP. Sebab, kata dia, hakim mengembalikan kepengurusan DPP PPP sesuai Muktamar VII Bandung yang diketuai Suryadharma Ali (SDA).

“Padahal, kini SDA menjadi tersangka kasus korupsi haji di Kementerian Agama. Padahal, kasus korupsi yang disangkakan kepada SDA menjadi pemicu terjadinya konflik internal PPP,” kata Fahrurrozi dalam siaran persnya, Jumat (27/2).

Begitupun, dirinya tidak rela PPP dipimpin Djan Faridz yang dinilainya belum memenuhi kualifikasi sebagai pemimpin Islam. Fahrurrozi menegaskan, mayoritas DPW dan DPD PPP justru mendukung Muktamar Surabaya. Karena itulah, dirinya heran dengan sikap Majelis Hakim PTUN yang tidak sama sekali merujuk pada pasal 24 dan 25 UU 2/2008 tentang Partai Politik.

“Dua pasal tersebut mengatur mengenai adanya perselisihan kepengurusan yang diselesaikan dalam forum tertinggi tapi sama sekali tidak dilihat oleh Majelis Hakim,” ujar dia.

Fahrurrozi juga mengkritisi sikap Ketua Majelis Hakim Teguh Setya Bakti yang menangis saat membacakan vonis. Menurut dia, sikap dari hakim tersebut patut dicurigai ada sesuatu. “Baru kali ini ada hakim nangis, kok seperti menjadi simpatisan PPP. Dia itu tertekan atau apa? Jadi sudah benar kalau KY ada niat menginvestigasi kasus ini,” urai Fahrurrozi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement