Kamis 26 Feb 2015 21:28 WIB

KPI Minta DPR Revisi Undang Undang Penyiaran

Logo Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Foto: kpi
Logo Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta DPR memperjelas wewenang dan tugas regulator penyiaran, dalam Rancangan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang Penyiaran yang masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2015.

Ketua KPI Pusat, Judhariksawan menuturkan, selama ini KPI tidak berhak mencabut dan mengeluarkan izin. "Kami hanya memberi edaran, teguran dan rekomendasi pada siaran yang dinilai tidak baik. Untuk itu, kami sudah meminta DPR merevisi ini dalam revisi Undang-Undang Penyiaran yang masuk Prolegnas Prioritas 2015," kata Judhariksawan di Jakarta, Kamis (26/2).

Ia menuturkan kejelasan tugas dan wewenang itu akan memperbaiki dinamika penyiaran saat ini. Termasuk di dalamnya digitalisasi penyiaran, kepemilikan dan independensi Lembaga Penyiaran, isu penyiaran perbatasan serta penguatan KPI secara kelembagaan.

Wewenang KPI yang terbatas selama ini, ujar dia, merupakan kendala dalam menertibkan siaran televisi yang tidak mendidik dan tidak netral sehingga KPI sering dinilai masyarakat tidak melakukan tugasnya mengawasi penyiaran.

"Sayangnya ada salah pengertian wewenang KPI di masyarakat selama ini. Kami hanya berwenang memperingatkan dan memberikan rekomendasi pada Kominfo. Kami juga bukan lembaga sensor yang bisa mencegah siaran televisi ditayangkan," ucap dia.

RUU tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran itu, diharapkan juga mengatur dan mempertegas peraturan kepemilikan tokoh politik atas media televisi untuk menjaga netralitas. Kepemilikan media televisi oleh tokoh politik, kata dia, secara aturan tidak melanggar asal siarannya tetap netral.

Ia menilai netralitas inilah yang tidak dilakukan media yang dimiliki tokoh politik. Tidak netralnya media, tutur dia, merugikan masyarakat karena frekuensi yang dipakai adalah frekuensi publik serta siaran dari media itu berpotensi menyebabkan persepsi berbeda yang mengarah pada gesekan di masyarakat.

"Menurut saya berbahaya saat siaran bermuatan kepentingan politik pemilik media karena memicu friksi antarkelompok," kata dia.

KPI juga berharap Kementerian Komunikasi dan Informasi mendukung dalam tahap pembahasan di DPR untuk mempercepat pembahasan. KPI, kata dia, terus berkomunikasi dengan Menkominfo Rudiantara untuk membahas mengenai hal itu dan menurut dia selama ini respon Kominfo positif pada isu tersebut. RUU tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran masuk dalam 37 RUU yang diprioritaskan pada 2015 oleh DPR dalam Rapat Paripurna.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement