REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mendesak pemerintah pusat untuk segera menerbitkan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 30/ 2014 tentang Administrasi Negara berupa peraturan pemerintah (PP). Hal ini, sangat penting agar aparatur negara lebih tenang dalam menjalankan tugasnya.
Menurut Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, selama ini aparatur negara mulai dari kepala daerah (gubernur, bupati/ wali kota), Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan DPRD sering mengeluh selalu takut saat menjalankan tugas. Mereka khawatir, membuat kesalahan yang berpotensi menjadi temuan dari para penegak hukum.
"Ada nuansa ketakutan saat menjalankan tugas. Hal ini terjadi di Pemprov. Dulu, berebutan yang ingin menjadi Pimpro, tapi sekarang banyak yang enggak mau. Bahkan ada Eselon III yang enggak mau jadi PPK," ujar Heryawan kepada wartawan di Gedung Sate, Rabu (25/2).
Menurut Heryawan, kondisi tersebut sangat berbahaya. Karena, dikhawatirkan mengganggu proses pembangunan. Sebab, aparatur negara terlalu takut saat menjalankan tugas.
Heryawan mencontohkan, anggaran pemerintah diketok pada awal tahun. Tapi, aparatur negara yang terlalu takut pasti akan banyak melakukan konsultasi ke berbagai pihak. Akibatnya, program berjalan kurang optimal karena baru dilaksanakan pada akhir tahun.
"Karena terlalu banyak konsultasi sehingga banyak program yang terbengkalai," katanya.
Namun, kata Heryawan, sekarang para aparatur negara akan lebih tenang dalam menjalankan tugas karena sudah ada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Negara.
UU tersebut, akan melengkapi aturan serupa lainnya yakni UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara.
Heryawan meminta, kementerian terkait seperti Kemendagri maupun Kemen PAN untuk segera membuat aturan turunan dari UU Administrasi Negara. Hal ini agar UU tersebut dapat segera diterapkan dan lebih mudah dipahami pahami aparatur negara.
"Kami ingin aparatur negara yang menjalankan tugasnya dengan benar dapat terlindungi," katanya.
Dikatakan Heryawan, kesalahan yang dilakukan aparatur negara pada dasarnya dapat terukur. Lembaga yang berwenang mengukur kesalahan tersebut bukan penegak hukum, melainkan Aparat Pengawas Internal Pemerintahan (APIP).
APIP, kata dia, akan memeriksa terlebih dahulu jika terjadi sebuah kesalahan yang dilakukan aparatur negara. Jika kesalahan tersebut bersifat administrasi maka diselesaikan secara administrasi.
Heryawan mendukung jika APIP dikelola pemerintah pusat melalui BPKP yang berada langsung dibawah Presiden. Dengan demikian, maka APIP akan terkesan lebih berwibawa. Karena, masyarakat yang punya temuan bisa langsung menyampaikan laporannya kepada APIP.
"Kalau API dari inspektorat takut ada sangkaan anak buah kepala daerah," katanya.