REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Badan Kerja sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR menyatakan kecewa atas sikap Presiden Brasil yang menolak sementara surat kepercayaan Duta Besar Indonesia terkait eksekusi mati seorang warganya yang menjadi terpidana kasus penyelundupan narkoba dan rencana hukuman mati warganya lagi yang kedua.
"Seharusnya pemerintah Brasil menempuh jalur diplomatik yang tersedia jika berkeberatan terhadap kebijakan hukuman mati yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, bukan melakukan tindakan sepihak dengan menolak surat kepercayaan Duta Besar Indonesia," kata Wakil Ketua BKSAP DPR Rofi Munawar dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (23/2).
Rofi mengatakan, keberadaan duta besar merupakan representasi resmi sebuah negara di negara lain maka dalam menjalankan peran dan tugasnya seorang dubes memiliki hak serta kewajiban yang harus di hormati oleh negara penerima.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mendukung sikap Kementerian Luar Negeri RI yang telah melakukan protes keras terhadap Pemerintah Brasil karena menolak menerima Duta Besar Indonesia untuk Brasil, Toto Riyanto.
Setelah penolakan itu, Kemlu RI pun kemudian menarik Dubes Toto dari Brasil untuk selanjutnya melakukan protes keras. "Protes keras Kemlu tentu dapat dipahami dalam situasi seperti ini, mengingat selama ini hubungan diplomatik Indonesia dan Brasil masih dalam suasana tegang akibat kebijakan hukuman mati yang diterapkan terhadap terpidana kasus narkoba," ujar Rofi.
Rofi berpendapat, jika kebijakan hukuman mati para terpidana kasus narkoba akan terus dilakukan oleh Indonesia, maka sebaiknya pemerintah secara serius mendorong isu penegakan hukum itu tidak hanya dalam tingkat hubungan antara dua negara (bilateral).
Seorang warga Brasil Marco Archer dieksekusi mati pada 18 Januari lalu setelah dihukum bersalah melakukan perdagangan narkoba. Akibat hukuman mati terhadap warga Brasil itu, Duta Besar Brasil untuk Indonesia ditarik Presiden Rousseff sebagai bentuk protes dari negaranya.
Seorang warga Brasil lainnya, Rodrigo Gularte dalam waktu dekat dijadwalkan untuk dieksekusi mati di Indonesia atas pelanggaran hukum yang sama.