REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan akan memanggil Lion Air untuk meminta penjelasan tentang prosedur saat krisis terjadi. Hal tersebut menyusul terjadinya penundaan penerbangan (delay) beruntun, yang menyebabkan ratusan calon penumpang maskapai itu mengamuk pada Rabu (18/2) kemarin.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo menjelaskan, salah satu hasil pemanggilan Lion Air nantinya adalah keputusan sanksi yang akan diberikan kepada Lion Air. Sanksi terparah, menurut Suprasetyo, berupa pencabutan AOC (Air Operator Certificate) atau izin terbang Lion Air.
"Kalau Permen 77 saya revisi dan disetujui Pak Menteri ya bisa saja (pencabutan AOC). Saya akan minta Lion presentasi dan bagaimana menangani krisis. Nanti misalnya sampai pembekuan AOC, kalau tidak ada perbaikan ya kita hentikan dulu, sampai semua diperbaiki," jelasnya kepada Republika, Ahad (22/2).
Pernyataan ini cukup mengejutkan, karena pada konferensi pers bersama Lion Air pada Jumat (20/2) lalu Kemenhub menyatakan bahwa sanksi terberat yang bisa diterima oleh Lion Air adalah pengurangan rute terbang.
Selain itu, pemerintah akan mengevaluasi ulang Peraturan Menteri nomor 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Rencana revisi Permen nomor 77 ini lantaran sanksi yang diberikan kepada maskapai atas keterlambatan penerbangan dinilai belum memberikan efek jera.
"Sanksi kan selama ini denda 300 ribu dulu. Kalau itu memang kita evaluasi belum mencukupi kami akan revisi PM 77," katanya.