REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Derasnya laju pembangunan infrastruktur dan industrialisasi terus mengancam keberadaan lahan pertanian produktif. Karenanya, dibutuhkan peraturan yang jelas dan tegas untuk melindunginya.
Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang menyebutkan, proyek pembangunan infrastruktur yang memakan lahan pertanian di antaranya berupa jalan tol dan bandara.
Menurutnya, proyek itu ada yang mengambil lokasi di daerah yang tergolong lumbung padi, seperti Indramayu dan Majalengka.
"Proyek infrastruktur itu nantinya akan memicu pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi. Ini juga bisa mengancam lahan pertanian," kata Sutatang, Ahad (22/2).
Selain pembangunan infrastruktur, lanjut Sutatang, pembangunan perumahan juga turut menggusur lahan pertanian produktif di Kabupaten Indramayu. Seperti di daerah Karangampel, Jatibarang, Tukdana, dan Patrol.
Menurut Sutatang, dalam pembangunan infrastruktur dan industri, maka alih fungsi lahan pertanian menjadi masalah yang harus diantisipasi.
Dia menyatakan, pemerintah harus melindungi lahan pertanian produktif sebelum terlambat. Salah satunya dengan segera mengimplementasikan kebijakan insentif bagi petani untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian produktif.
Sutatang mengakui, pencegahan terhadap adanya alih fungsi lahan pertanian memang bukan perkara yang sederhana. Seringkali petani secara sukarela mengalihfungsikan lahannya karena tergiur tawaran harga tanah yang melonjak.
"Seperti misalnya, harga tanah yang aslinya mungkin Rp 200 ribu per meter persegi, akan ditawar oleh pengembang proyek dengan harga Rp 300 ribu per meter persegi. Tawaran ini akan membuat petani tergiur menjual lahan pertaniannya meskipun lahannya itu produktif," tutur Sutatang.
Sutatang menyatakan, pemerintah harus tegas dalam menjalankan peraturan untuk melindungi lahan pertanian produktif, baik melalui insentif maupun penegakkan tata ruang. Apalagi, saat lahan pertanian hilang, maka ongkos untuk produksi pertanian akan menjadi lebih mahal.