REPUBLIKA.CO.ID, SAWAHLUNTO -- Sekitar 100 orang lebih anak yatim yang diurus oleh beberapa Panti Asuhan di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), terancam terlantar.
Mereka terancam terlantar dikarenakan peruntukan dana bagi Panti Asuhan yang dianggarkan melalui pos Dana Hibah dan Bantuan Sosial (Bansos) sampai saat ini masih dilarang penggunaannya oleh Kementerian Dalam Negeri.
"Sementara ini, kita mengupayakan biaya hidup anak-anak itu melalui sumbangan sukarela, sembari menunggu petunjuk Gubernur Sumatera Barat," kata Wakil Wali Kota Sawahlunto Ismed, Jumat (20/2).
Dia mengatakan, perkiraan biaya hidup yang harus ditanggulangi sekitar Rp20 ribu per anak. Jumlah itu, lanjut dia, hanya untuk kebutuhan harian saja seperti makan, peralatan mandi dan lain sebagainya.
"Untuk biaya sekolah dan kesehatan masih bisa dialihkan ke pos anggaran lain di instansi terkait," ujar dia.
Pihaknya berharap polemik dana hibah dan bansos ini bisa segera ditemukan solusinya.
"Mengurus anak-anak terlantar adalah salah satu urusan wajib pemerintah yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kalau dananya masih tidak bisa dicairkan, itu sama saja kita melanggar konstitusi," tegas dia.
Pelarangan dicairkannya dana hibah dan bansos oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo cukup menimbulkan masalah baru di Sumatera Barat.
Sejumlah kegiatan organisasi sosial di daerah juga terancam tidak bisa dilaksanakan, karena anggarannya dimasukkan dalam pos dana hibah dan bansos.
Sampai saat ini, daerah masih menunggu kepastian aturan dari Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, agar dana yang digunakan untuk menyangga kesejahteraan seperti bantuan bagi anak terlantar bisa dicairkan, karena hak mereka untuk diurus oleh negara sudah tegas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.