REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut sikap PMAustralia Tony Abbott yang mengungkit bantuan kepada Indonesia setelah tsunami Aceh sebagai upaya pembatalan pelaksanaan hukuman mati atas dua warganya sebagai jurus mabuk.
"Jurus Dewa Mabuk pun dilakukan. Pernyataan Tony Abbott itu patut disesalkan," ujarnya, Kamis (19/2).
Indonesia, imbuhnya, harus bersikap memahami mengapa Tony Abbott mengeluarkan pernyataan kontroversial tersebut. Hal itu tidak lepas dari upaya pemerintah Australia di menit-menit terakhir menjelang pelaksanaan hukuman mati dua warganya.
Disamping itu, dia menilai, konstelasi perpolitikan internal mengharuskan Abbott untuk memiliki keunggulan untuk berbuat agar ia dapat mempertahankan kursi perdana menterinya.
"Isu pelaksanaan hukuman mati di Indonesia telah dijadikan komoditas politik oleh para politisi Australia," nilai dia.
Menurut dia, Tony Abbott memberi persepsi yang salah terhadap bantuan yang diberikan oleh Australia kala itu. Atas pernyataan Abbott itu, Australia seolah tidak tulus dan ikhlas dalam menyampaikan bantuan.
"Bantuan diberikan seolah untuk menciptakan ketergantungan Indonesia terhadap Australia. Dan saat ini ketika ada kepentingan Australia ketergantungan itu yang digunakan," katanya menyesalkan.
Hal itu dinilai akan menguatkan opini dari publik Indonesia bahwa bantuan dari luar negeri sudah dapat dipastikan terselip kepentingan, atau dengan kata lain tidak ada makan siang yang gratis (there is no free lunch).