Senin 16 Feb 2015 17:50 WIB

Jokowi Diminta Abaikan Intervensi PBB

Rep: C15/ Red: Ilham
Presiden Joko Widodo (kanan) menyambut kedatangan Sekjen PBB Ban Ki-moon (kiri) untuk melakukan pertemuan bilateral di sela-sela KTT ASEAN ke-25 di kota Nay Pyi Taw, Myanmar, Kamis (13/11).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo (kanan) menyambut kedatangan Sekjen PBB Ban Ki-moon (kiri) untuk melakukan pertemuan bilateral di sela-sela KTT ASEAN ke-25 di kota Nay Pyi Taw, Myanmar, Kamis (13/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Luar Negeri DPR RI, Meutya Hafid mengatakan, pemerintah Indonesia jangan terpengaruh intervensi dan tekanan yang datang dari Persatuan Bangsa Bangsa (PBB). Menurutnya, tidak ada hukum yang mengharuskan Indonesia untuk tunduk pada PBB. Selain itu, sebagai negara berdaulat kita tidak bisa dipaksa oleh PBB.

"Nota protes sih sah-sah saja, namun kita tidak bisa banyak berharap pada PBB. PBB dengan standar ganda sudah sering kita dengar, terhadap agresi di Palestina mislanya, tidak ada sanksi keras terhadap negara pelaku," ujar Meutya, Senin (16/2).

Meutya menghimbau Presiden Joko Widodo agar tetap tegas pada putusannya melanjutkan eksekusi mati pada para gembong narkoba. Sebab, hal tersebut merupakan pernyataan dan komitmen tegas Indonesia dalam memberantas perdagangan narkotika yang sudah semakin mematikan.

Wakil ketua BKSAP ini juga menyarankan Indonesia untuk menuntut reformasi internal PBB. PBB selama ini dikenal dengan hak veto, yang dikuasi oleh negara adidaya dan kerap mengeluarkan keputusan yang tidak adil. 

Sebelumnya, Kejaksaan Agung memutuskan untuk melakukan eksekusi mati pada tersangka Bali Nine. Sebelumnya, PM Australia, Tony Abbott sudah mengecam Indonesia dengan melayangkan surat permohonan. Kedua warga negara Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran juga sudah dipindahkan dari Lapas Krobogan Bali menuju Lapas Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement