Ahad 15 Feb 2015 11:18 WIB

'Apa Kepentingan Selfie Kalau Bukan Pamer?'

Rep: CR05/ Red: Winda Destiana Putri
Budaya obsesi selfie (ilustrasi)
Foto: AP PHOTO
Budaya obsesi selfie (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berfofo selfie bukan hal tabu di kalangan masyarakat. Berfoto selfie umumnya dilakukan ketika orang ingin mengabadikan momen tertentu atau untuk menunjukkan sesuatu.

Terkait berfoto selfie, Ustaz Felix Siauw mengatakan sebetulnya hukumnya bukan haram. Tetapi foto selfie sedikitnya bisa menghantarkan manusia pada ujub, riya, takabur atau sombong dan penyakit hati lainnya.

"Proses pemikiran itu diterjemahkan ke dalam bentuk perbuatan. Apa niat atau kepentingan selfie kalau bukan pamer," ujar Ustaz Felix kepada Republika ONline di Setiabudi Jakarta.

Adapun dari keterangan Ustaz, sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa selfie erat kaitannya dengan narsisme. Kendati Ustaz melanjutkan, namun niat orang dalam hal ini berfoto selfie tentu berbeda-beda.

Dia mencontohkan persoalan ujub, takabur atau sombong dalam konteks lain seperti update status di jejaring sosial. Orang yang mendapat banyak like untuk status yang dibuatnya menurut Ustaz, dimungkinkan akan merasa ujub atau tidak.

"Misalnya ada orang nuduh kalau status kita di-like banyak akun berarti kita sombong, tapi kan dari diri kita sendiri belum tentu seperti itu. Tapi kalau memang kita pongah wah ternyata banyak yang like, itu sudah masuk ujub," kata Ustaz.

Begitu juga terkait selfie, bahwa belum tentu mengarah pada haram. Kembali ditegaskannya, namun sifat atau penyakit hati seperti riya, ujub, takabur itu tetap harus dihindari oleh Muslim.

Karena itu, ia mengingatkan terkait selfie bisa menghantarkan pada penyakit hati ujub tersebut agar seyogianya dihindari Muslim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement