REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Barat (NTB) menilai terjadi peningkatan kekerasan seksual di saat perayaan Hari Valentine. Situasi serupa juga terjadi saat perayaan tahun baru yang lalu.
"Kita mengamati tahun baru kemudian hari Valentine, peningkatannya (tingkat kekerasan seksual) cukup tinggi," ujar Ketua Divisi Advokasi dan Hukum LPA NTB, Joko Jumadi kepada Republika, Jumat (13/2).
Menurutnya, bentuk kekerasan seksual yang terjadi semisal hubungan badan dan pencabulan. Selain itu, para korban biasa melaporkan kekerasan seksual yang dialami setelah mengalami akibatnya. "Ada (korban) yang kami tangani," ungkapnya.
Ia menuturkan, pola kekerasan seksual yang terjadi di saat hari Valentine biasanya berdasarkan suka sama suka. Serta lebih tertutup dan pribadi. "Biasanya Valentine terungkap ketika ada akibatnya," ungkapnya.
Joko mengatakan, pihaknya akan berencana mengamati di hari perayaan malam Valentine. Dikarenakan diprediksi pada malam Valentine akan dimanfaatkan untuk bersenang-senang bahkan sampai melakukan perbuatan yang dilarang bagi anak.
"Kita punya asumsi dan prediksi bahwa malam dimanfaatkan untuk bersenang-senang sampai perbuatan terlarang bagi anak," katanya.
Menurutnya, LPA akan bekerjasama dengan Satpol PP dan Kepolisian melakukan pengamatan termasuk turun langsung jika diperlukan. Ia pun meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk membuat edaran agar masyarakat terutama pelajar dan remaja tidak merayakan hari Valentine. "Edaran kepada pelajar agar tidak merayakan," katanya.
Joko menambahkan, perayaan Hari Valentine di Mataram tidak terlalu meriah dan seramai kota lainnya, Surabaya, Jakarta. Meski begitu, pihaknya tetap melakukan antisipasi.