Kamis 12 Feb 2015 16:17 WIB

KPK tak Bisa Sendirian Berantas Korupsi

Rep: C70/ Red: Bayu Hermawan
  Sejumlah aktivis melakukan aksi teaterikal menuntut KPK-Polri untuk damai di depan gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/1).  (Antara/M Agung Rajasa)
Sejumlah aktivis melakukan aksi teaterikal menuntut KPK-Polri untuk damai di depan gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/1). (Antara/M Agung Rajasa)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Mantan Wakil Komisioner Independent Commission Against Corruption (ICAC), Tony Kwok mengatakan pemberantasan korupsi di Indonesia tidak bisa hanya dilakukan sendiri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut komisioner lembaga anti korupsi di Hongkong itu, yang harus dipikirkan oleh sebuah negara adalah cara mengedukasi masyarakat agar tidak melakukan korupsi, menjalankan sistem yang sudah ada, dan menegakkan sistem itu di tengah-tengah masyarakat.

"Dan hal itu selama ini dilakukan KPK, tapi KPK tidak bisa melakukan sendiri, maka perlu dukungan kita (masyarakat)," katanya di Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat, Kamis (12/2).

Tony melanjutkan, Indonesia tidak boleh kehilangan harapan untuk merubah negaranya menjadi bersih. Ia yakin Indonesia pasti bisa membersihkan korupsi. Selain itu untuk menekan angka korupsi selain mengadakan pencegahan, juga harus menegakkan hukum agar memberikan efek jera terhadap pelaku.

"Dalam hal penegakan hukun, KPK sangat baik dengan menangkap pelaku-pelaku kelas kakap," ujarnya.

Tony menjelaskan, selama ini ICAC tidak dapat berdiri sendiri sebagai lembaga anti korupsi di Hongkong. Ada beberapa hal yang mendukung, yaitu penegakan hukum yang tegas, staf-staf yang proporsional, UU tindak pidana korupsi yang efektif, sumber daya manusia yang memadahi dan lain-lain.

Ia mengatakan, populasi di Hongkong sebesar tujuh juta jiwa, sedangkan staf yang bekerja di ICAC sebanyak 1.300 orang. Berbanding terbalik dengan Indonesia, SDM yang bekerja di KPK, belum memenuhi standar yang seharusnya.

"Mungkin kekurangan hal berikut yang sebabkan kerja KPK terhambat," katanya.

Kwok juga membantah suksesnya ICAC karena Hongkong adalah negara kaya. Selama ini, budget yang diberikan oleh pemerintah adalah 0,2 persen dari total APBN yang ada. Sedangkan di Indonesia, budget yang diberikan pemerintah hanya 0.001 persen dari APBN Indonesia.

"Ini harus jadi bahan pertimbangan. Selain itu, faktor penting yang harus diperhatikan adalah kemitraan," jelasnya.

Ia menambahkan, ICAC selama ini tidak ada batasan dalam menangani korupsi, entah itu kasus besar maupun kecil, mulai dari pemilihan legislatif, swasta, pemerintah dan lain-lain.

Namun selama ini, ia melihat, ada pembatasan untuk KPK dalam melakukan penyelidikan. Yaitu korupsi-korupsi yang lebih dari Rp 1 miliar dan menyebabkan kerugian terhadap uang negara. ICAC, selama ini juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah Hongkong dan bekerja secara independensi total.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement