REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Pedagang cabai di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengaku rugi hingga Rp 5 juta per hari. Penyebabnya karena komoditas dagangan mereka busuk akibat keterlambatan pengiriman semenjak Jakarta dilanda banjir.
"Kiriman cabai telat masuk pasar hingga tujuh jam, sehingga cabai banyak yang rusak dan busuk akibat terlalu lama di perjalanan," kata seorang pedagang cabai di Kabupaten Tulungagung, Aang Khumaidi, di Tulungagung, Rabu (11/2).
Dampaknya, lanjut Aang, keterlambatan dan kondisi cabai yang tidak segar membuat harga salah satu jenis bumbu dapur ini turun hingga kisaran 50 persen. Saat ini harga cabai bahkan berada di titik terendah sepanjang enam bulan terakhir, yakni Rp 10 ribu untuk jenis cabai keriting, Rp 6.000 untuk cabai rawit, dan Rp 4.000 untuk cabai besar.
Aang mengaku, sejak Jakarta dilanda banjir, dirinya merugi sekitar Rp 5 juta untuk sekali pengiriman. Penyebabnya, tutur Aang, cabai terlambat masuk pasar sehingga tidak segera terjual ke pembeli.
"Banjir menghambat pengiriman. Biasanya truk cabai bisa masuk pasar sekitar pukul 11.00 WIB. Namun, saat ini baru masuk sekitar pukul 16.00 WIB atau bahkan 18.00 WIB. Telat sekitar tiga hingga tujuh jam," ujarnya.
Setiap harinya Aang bisa mengirim hingga 40 ton cabai. Terdapat tiga jenis cabai yang dikirimnya, yaitu cabai keriting, cabai merah besar dan cabai rawit. Pengiriman dilakukan tiap jam 10 malam.
"Jika kondisi normal besok jam satu siang barang sudah masuk pasar tapi sekarang magrib barang baru masuk," tuturnya.
Sementara untuk mengurangi kerugian, Aang menyiasatinya dengan mengurangi jumlah pengiriman. Saat ini Aang hanya mengirimkan dua ton cabai saja tiap harinya. Selain itu, cabai yang rusak juga diolah lagi menjadi cabai kering dengan cara dijemur.
"Dengan mengurangi jumlah pengiriman kerugian bisa diminamalisir namun tetap saja rugi," katanya.