REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan drainase di Jakarta tidak cukup untuk menampung curah hujan dengan kapasitas tinggi.
"Banjir pada 8 Februari tersebut bukan disebabkan luapan sungai-sungai besar tapi itu (banjir) karena drainasenya sudah tidak bisa menampung hujan yang turun terus-menerus," ujar Sutopo di Jakarta, Rabu (11/2).
Menurut ia, saluran air di Jakarta hanya mampu mengalirkan hujan 50-60 milimeter per hari, sedangkan pada tanggal tersebut curah hujan mencapai 177 milimeter per hari. Lebih lanjut Sutopo mengatakan air sejumlah sungai di Jakarta tidak meluap pada hari itu.
Ia menuturkan Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, Sungai Pesanggrahan, Sungai Sunter, dan Sungai Angke pada tanggal tersebut dinyatakan dalam kondisi aman, di mana kenaikan air diperkirakan hanya mencapai siaga tiga.
Oleh karena itu, saluran-saluran air yang menjadi masalah, bukan air sungai yang tumpah ke permukaan, katanya. "Dengan curah hujan yang ekstrem, otomatis kapasitas air akan berlebih sehingga drainase yang ada tidak mampu menampung dan akhirnya ada aliran permukaan," ucap Sutopo kemudian.
Aliran permukaan merupakan air yang mengalir di atas permukaan tanah dan mengangkut bagian-bagian tanah, hal ini terjadi apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, yang berarti tanah telah jenuh air. Selain itu, sekitar 90 persen wilayah Jakarta telah berubah menjadi kawasan-kawasan yang penuh dengan pemukiman warga dan pusat-pusat pertokoan, sehingga ketika terjadi hujan air dikonversi menjadi aliran permukaan.
Masalah ini, menurut ia menjadi salah satu kondisi yang memperburuk penyerapan dan pengaliran air hujan menuju sungai dan laut. Oleh karena itu, drainase-drainase yang ada di Jakarta sudah patut diperbaiki dan bila perlu pemerintah juga hendaknya memperbanyak jumlah saluran air tersebut, tambahnya.