REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik pungutan liar yang dilakukan oleh lima oknum polisi terekam dalam video yang diunggah di laman YouTube beberapa waktu lalu. Indonesia Police Watch (IPW) menilai terjadinya praktik pungli yang melibatkan oknum polisi disebabkan oleh pengawasan yang lemah.
"Lebih disebabkan karena pengawasan yang lemah, sehingga pungli dianggap wajar," terang komisioner IPW Neta S Pane saat dihubungi Republika, Rabu (11/2).
Neta melihat faktor penghasilan bukan menjadi penyebab utama terjadinya praktik pungli. Saat ini sudah ada remunerasi, sehingga meskipun tidak terlalu banyak, tetapi ada penambahan dalam pendapatan polisi.
Menurutnya, oknum polisi yang terlibat dalam praktik pungli harus diberantas dengan tegas. Jika memungkinkan, oknum polisi yang terbukti terlibat praktik pungli diberi sanksi dipecat. Neta menilai pemberian sanksi dibebastugaskan merupakan sanksi yang lemah dan tidak akan membuat efek jera.
Untuk meminimalisasi praktik pungli, pihak kepolisian bisa memanfaatkan intelejen polisi dan Propam untuk mengawasi polisi yang bertugas di lapangan. Intelejen polisi bisa ditugaskan untuk berpatroli dan menindak oknum yang terlibat dalam praktik pungli. "Lalu diproses oleh Propam," lanjutnya.
Jika memungkinkan, oknum polisi yang terlibat pungli juga bisa diproses secara hukum. Pasalnya, pungli yang diterima bisa dikategorikan sebagai suap. Neta juga menilai tak hanya oknum polisi terkait yang perlu ditindak, melainkan sopir atau kernet angkutan umum yang memberikan uang karena berupaya untuk memberi suap terhadap polisi.