Rabu 11 Feb 2015 16:36 WIB

Jokowi Lambat, Pukat UGM: Harga yang Harus Dibayar, KPK Mati!

Rep: C82/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar (dua dari kanan).
Foto: Antara
Direktur Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar (dua dari kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar mengatakan, ada harga yang harus dibayar Presiden Joko Widodo jika terlalu lama mengambil sikap terkait kisruh KPK-Polri. Zainal mengatakan, ia memaklumi bahwa Jokowi pasti sedang berpikir keras untuk mendapatkan keputusan terbaik. Tapi, ada biaya yang harus ia tanggung jika berpikir terlalu lama.

"Apa biayanya? KPK lumpuh. Karena proses gejala penetapan tersangkanya akan jalan terus. Kalau Abraham jadi tersangka, ya sudah KPK lumpuh, tinggal dua kan pemimpinnya," kata Zainal usai mengikuti sebuah diskusi di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Rabu (11/2).

Zainal mengatakan, dilaporkannya Deputi Pencegahan KPK Johan Budi SP dan mantan wakil ketua KPK Chandra M Hamzah ke Bareskrim Polri, Selasa (10/2), juga merupakan akibat dari lambatnya Jokowi dalam mengambil tindakan.

Dia pun menyebutkan kemungkinan matinya lembaga anti korupsi tersebut jika kekisruhan terus berlarut-larut. Meski begitu, Zainal enggan menyebut deretan pelaporan pimpinan KPK, termasuk Johan dan Chandra tersebut sebagai bagian dari pelemahan KPK.

"Saya nggak tahu ini pelemahan atau kriminalisasi. Tapi, inilah harga yang Jokowi bayar kalau dia lambat mengambil tindakan. Harga yang paling mahal, KPK akan mati. Kalau semua tersangka, ya KPK akan mengembalikan mandatnya pada Presiden, biarPpresiden saja yang ngurus pemberantasan korupsi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement