REPUBLIKA.CO.ID, SIMPANG AMPEK -- Wakil Ketua Komisi I Bidang Pemerintahan DPRD Sumatra Barat (Sumbar), Amora Lubis mengatakan, pemerintah daerah harus berhati-hati menerapkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
"Sebagai implementasi UU tersebut, sedang disusun rancangan peraturan daerah (Ranperda). Rancangan ini akan dibuat dengan hati-hati agar pemerintahan administrasi nantinya tidak menggerus nilai-nilai pemerintahan adat," katanya saat kunjungan kerja Komisi I ke Kabupaten Pasaman Barat, Senin (9/2).
Dia menambahkan, DPRD Sumbar perlu mencari masukan dari seluruh kabupaten/kota agar Ranperda Pemerintahan Nagari sebagai implementasi UU Desa, nantinya dapat akomodatif terhadap nilai-nilai pemerintahan adat.
"Yang menjadi fokus kita adalah mengenai sistem pemerintahannya, kalau untuk sebutan pemerintahan nagari sudah tidak menjadi persoalan," katanya.
Dia mengatakan, penyebutkan Nagari untuk pemerintahan terendah di Sumbar sudah tidak masalah, karena sudah diatur dalam UU dan UUD 1945 tentang desa dan desa adat. Namun bagaimana sistem pemerintahannya tidak diatur secara mendetail.
Sementara itu, Bupati Pasaman Barat, Baharuddin R mengatakan jika pemerintahan nagari dimekarkan, akan menggerus nilai-nilai pemerintahan adat yang selama ini melekat dalam pemerintahan nagari.
Dia mengakui, pemerintahan nagari di Pasaman Barat saat ini sangat luas, namun kekhawatiran terhadap hilangnya sistem pemerintahan adat, menjadi pertimbangan yang berat untuk memekarkan nagari. "Kita tidak ingin, karena berharap dana desa yang disebutkan dalam UU justru menjadikan daerah tersebut kehilangan nilai-nilai pemerintahan adatnya," katanya.
Dia menyebutkan, Kabupaten Pasaman Barat mempunyai 11 kecamatan, dengan 19 pemerintahan nagari. Masing-masing kecamatan memiliki satu atau paling banyak dua nagari, dan 212 kejorongan.