REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengikuti peraturan Kementerian Dalam Negeri untuk menghapuskan pajak kesenian tradisional.
“Nanti kita pikirkan kalau soal itu. Yang penting namanya kalau Kemendagri nyuruh ya kita ikuti,” kata Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Senin (9/2).
Ahok, sapaan Basuki, tidak menyebutkan pengaruh pajak tersebut terhadap pendapatan daerah. Namun apapun yang terjadi, ia akan berusaha menaati perintah.
Sebelumnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menghapus pajak hiburan untuk kesenian tradisional menjadi nol persen. Langkah ini harus diambil agar kesenian tradisional mampu berkembang sesuai kebijakan Presiden Jokowi dalam visi misi sembilan program nawacitanya.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan penghapusan dilakukan setelah pihaknya melakukan evaluasi Peraturan Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah (PDRD) sesuai Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemda, untuk dikoreksi dalam penetapan Keputusan KDH berkenaan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Menurut Tjahjo, hanya hiburan kesenian internasional yang dikenakan pajak sebesar 15 persen. Sementara itu terkait Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), telah diserahkan menjadi Pajak Daerah.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28/2009, tentang PDRD. Disebutkan bahwa nilai objek wajib pajak (NJOP) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Menurutnya, di satu sisi kebijakan ini memerkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun pada praktiknya membawa pertentangan dan implikasi yang sulit diterima. Sebab Daerah memiliki kecenderungan menaikkan NJOP untuk menggenjot PAD. Terutama pada daerah perkotaan, dengan dasar rasionalitas perhitungan yang kecenderungannya belum jelas.