REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta, Djan Faridz mengklaim kepengurusan DPP PPP masih 'status quo'. Sebab belum ada putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Pengurus PPP belum ada perubahan," kata Djan Faridz ketika menemui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, Kamis (5/2).
Menurutnya, hingga kini belum ada putusan dari PTUN, sehingga surat-surat yang menerangkan tentang perubahan kepengurusan PPP belum berlaku. Djan Faridz menemui DKPP untuk menjelaskan polemik yang terjadi dalam partai berlambang Ka'bah tersebut.
Djan menjelaskan, awal kisruh PPP terjadi saat Sekjen PPP Muhammad Romahurmuziy (Romy) memecat Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dan menggelar muktamar di Surabaya. "Awalnya karena Romy memecat ketua umum Suryadharma, kemudian Suryadharma memanggil Romy untuk memberitahu mekanisme pemecatan ketua umum hanya bisa lewat muktamar atau muktamar luar biasa, namun tidak ditanggapi," katanya.
Dalam kunjungan ke DKPP tersebut, Djan berharap penyelenggara pemilu tidak lagi mempermasalahkan dualisme kepengurusan PPP seperti saat ini. Menanggapi pernyataan Djan Faridz, Ketua DKPP Jimly Asshidiqqie mengapresiasi apabila ada keinginan islah dari kedua kubu. Sehingga tidak perlu ada lagi dualisme kepengurusan.
"Saya sudah mendengar penjelasan dari Djan Faridz tentang kisruh PPP, kami hanya akan bertindak sesuai kewenangan DKPP, ini salah satu bentuk silaturahmi, semoga PPP segera bisa berislah," ujar Jimly.
Ia berharap semua partai bisa bersatu dan tidak mempengaruhi jalannya Pilkada, sehingga bisa mempunyai tujuan yang sama demi keutuhan bangsa dan negara.