Kamis 05 Feb 2015 11:59 WIB

Menkumham: Jika Pimpinan KPK Habis Diperlukan Perppu

Rep: Dessy S Saputri/ Red: Erik Purnama Putra
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menilai Presiden perlu menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) jika mayoritas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditetapkan sebagai tersangka.  

Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya kevakuman pimpinan KPK. "Ada pikiran mempercepat pemilihan tapi lebih baik dibuat komisioner sementara melalui Perppu karena mendesak dan alasannya cukup. Sampai nanti ‎kita buat pansel berikutnya," kata Yasonna di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (5/2).

Lanjutnya, jika memang pimpinan KPK Abraham Samad benar-benar diperiksa, hal ini akan membuat KPK tak efektif. "Kalau sudah tersangka, tidak efektif lagi membuat keputusan, aktivitas KPK menghalang," ujar politikus PDIP tersebut.

Kendati demikian, ia menilai, secara hukum jika pimpinan KPK menjadi tersangka, maka seharusnya dinon-aktifkan. "Ketentutan hukumnya begitu menurut UU KPK," tambahnya.

Agar lembaga KPK tetap berjalan, ia pun menyarankan agar ditunjuk Plt KPK. Menurutnya, Tumpak Hatorangan dan Taufiqurrahman Ruki menjadi sosok yang tepat untuk ditunjuk menjadi Plt.

"Kewenangan presiden. Sebaiknya mantan KPK lalu. Ada Tumpak (Tumpak Hatorangan), Taufiqurrahman (Taufiqurrahman Ruki) yang sudah kredibilitasnya tidak diragukan. Itu saran," terang Yasonna.

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan pemerintahan Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang penunjukkan langsung pimpinan KPK jika mayoritas pimpinan ditetapkan sebagai tersangka.

Seperti diketahui, sejumlah Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) dilaporkan ke Bareskrim Polri atas berbagai kasus. Pimpinan KPK Abraham Samad dilaporkan ke Bareskrim Polri.

Samad dituduh melanggar Undang-undang KPK dengan melakukan pertemuan dengan petinggi partai politik pada masa pemilihan umum tahun lalu serta dituduh membantu meringankan hukuman politisi PDIP Emir Moeis guna memuluskan jalannya sebagai calon wakil presiden.

Samad dilaporkan melanggar pasal 36 dan pasal 65 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman lima tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement