Selasa 03 Feb 2015 16:30 WIB

47 Kecamatan di Kabupaten Sukabumi Endemis DBD

Rep: Riga Iman/ Red: Yudha Manggala P Putra
Nyamuk Aedes Aegypti penyebab DBD.
Foto: dinsos.jakarta.go.id
Nyamuk Aedes Aegypti penyebab DBD.

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI — Sebanyak 47 kecamatan di Kabupaten Sukabumi dinyatakan sebagai endemis penyakit demam berdarah dengue (DBD). Pasalnya, di wilayah tersebut setiap tahunnya ditemukan kasus DBD.

"Saat ini semua kecamatan di Sukabumi masuk endemis DBD,’’ ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi Didi Supardi kepada wartawan, Selasa (3/2).Padahal, sebelumnya ada sejumlah kecamatan terutama di selatan Sukabumi seperti Surade yang jarang ditemukan kasus DBD.

Namun lanjut Didi, pada beberapa tahun terakhir ditemukan kasus DBD di kecamatan tersebut. Sehingga kecamatan di Kabupaten Sukabumi yang berjumlah sebanyak 47 kecamatan dinyatakan endemis DBD.

Saat ini terang Didi, kasus DBD di awal tahun menunjukkan peningkatan dibandingkan sebelumnya. Fenomena ini sudah diantisipasi petugas di lapangan dengan menggiatkan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Selain itu kata Didi, masyarakat juga diminta agar menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sekitar tempat tinggalnya. Upaya lainnya yakni dengan menggelar fogging atau pengasapan di lokasi yang banyak ditemukan kasus DBD.

Kepala Seksi Pengendalian Penyakit (Dalkit) Dinkes Kabupaten Sukabumi Rika Mutiara menambahkan, jumlah kasus DBD yang menyerang warga pada Januari dan awal Februari 2015 masih direkap petugas di lapangan. "Namun, ada laporan kasus DBD meningkat di empat kecamatan,’’ terang dia.

Ke empat daerah tersebut yakni Kecamatan Cireunghas, Cicurug, Bojonggenteng, dan Sekarwangi Kecamatan Cibadak. Daerah tersebut sudah mendapatkan tindakan fogging beberapa hari yang lalu.

Ditambahkan Rika, kasus DBD pada 2014 lalu tercatat sebanyak 363 orang penderita dengan warga yang meninggal sebanyak enam orang. Jumlah ini menurun bila dibandingkan dengan 2013 lalu yang mencapai sebanyak 700 kasus.

Rika mengatakan, penurunan ini bisa dikarenakan sejumlah hal. Misalnya ada warga yang positif DBD namun dirawat oleh dokter pribadi atau klinik swasta. Sementara data yange tercatat di Dinkes hanya berasal dari keterangan dari rumah sakit (KDRS) baik milik pemerintah maupun swasta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement