REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan diikuti oleh puluhan massa yang berdemonstrasi. Sebagian menilai, hal itu merupakan dukungan yang dimobilisasi.
Sosiolog Musni Umar, menilai demo yang terjadi di depan gedung PN Jakarta Selatan patut dicurigai sebagai aksi yang dimobilisasi. Mengingat dalam sepekan aksi masyarakat untuk mendukung KPK kerap dilakukan warga didepan gedung antirasuah itu.
Musni menilai, demo bisa terbagi menjadi dua. Pertama merupakan demo yang didasari partisipasi murni, kedua demo yang dimobilisasi untuk kepentingan tertentu.
Musni menilai, apakah demo tersebut merupakan mobilisasi atau bukan bisa dilihat dari komposisi pendemo. "Ada orang pentingnya tidak, sebab orang yang berpendidikan tidak mungkin mudah dimobilisasi," ujar Musni saat dihubungi ROL, Senin (2/2).
Wakil Rektor Universitas Ibnu Khaldun tersebut menambahkan, saat ini merupakan suatu hal yang mudah untuk memobilisasi massa untuk berdemo. Apalagi jika yang berkepentingan mempunyai uang untuk membayar para pendemo.
Sebab, demonstrasi dinilai sebagai cara penggiringan opini publik. Apalagi, di Indonesia tidak hanya memiliki hukum positif, tetapi juga ada prahukum yang merupakan hukum yang dibuat oleh masyarakat.
Ia menambahkan, jika saat ini merupakan era reformasi yang siapa saja bisa bersuara di ruang publik. "Semoga bukan demo yang dimobilisasi," tambah Musni.
Sidang praperadilan Budi Gunawan diikuti oleh puluhan pendemo yang mengaku dari aliansi peduli Polri. Mereka terdiri dari perempuan bertubuh seksi, dengan celana pendek dan baju ketat, dengan ikat kepala bertuliskan SAVE POLRI.