REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pengamat kelautan dari Universitas Bung Hatta Padang, Eni Kamal mengatakan kebijakan moratorium terhadap kapal asing perlu ditinjau ulang karena berdampak pada penurunan penjualan hasil tangkapan nelayan.
"Kebijakan moratorium kapal asing merugikan nelayan, terutama nelayan budidaya ikan kerapu di Sumatera Barat (Sumbar), aturan itu perlu ditinjau ulang," kata Eni Kamal di Padang, Rabu (28/1).
Ia menjelaskan, khusus bagi nelayan budidaya ikan kerapu, kebijakan tersebut sangat berdampak dalam hal penjualan hasil panen yang selama ini ditampung oleh pembeli dari Hong Kong. Sejak kebijakan tersebut diberlakukan ungkapnya, sudah dua bulan terakhir kapal-kapal pengumpul ikan kerapu dari Hong Kong tidak masuk lagi ke perairan laut Sumbar.
"Sekarang nelayan budidaya ikan kerapu tersebut kesulitan menjual hasil panennya, dan ini akan berdampak terhadap kehidupan nelayan," katanya.
Eni Kamal mengatakan, jika moratorium tersebut diberlakukan, seharusnya pemerintah memberikan pemberdayaan dulu terhadap nelayan dalam hal manajemen relasi penjualan ikan kerapu.
"Biarkan nelayan budidaya ikan kerapu itu membangun relasi yang profesional dulu dengan para pembeli dari Hong Kong, bisa jadi penjualannya dalam bentuk lain," katanya.
Ia mengatakan, selama ini Hong Kong merupakan pangsa pasar besar bagi ikan kerapu, negara tersebut mampu menghargai perkilogramnya seharga Rp400 ribu untuk jenis kerapu bebek.
Sementara itu, dipasar lokal sendiri, ikan kerapu hanya dihargai Rp40.000 perkilogramnya. "Tidak mungkin nelayan itu menjual ikan ke pasar lokal, sementara biaya budidayanya sangat tinggi," katanya.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar Yosmeri mengatakan, sudah menerima keluhan dari nelayan budidaya ikan kerapu di Sumbar.
"Kita sudah sampaikan ke gubernur, dan selanjutanya kita sudah kirimkan surat agar moratorium kapal asing ditinjau ulang," katanya.
Ia menambahkan, saat ini di Sumbar sendiri terdapat 540 nelayan budidaya ikan kerapu yang tersebar di daerah Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Mentawai, Pasaman Barat dan Kota Padang.