REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf mengatakan penangkapan terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) pada Jumat (23/1) lalu sangat tidak proporsional. Menurutnya, seharusnya, tidak perlu ada penangkapan.
"Harusnya, perlu ada pemanggilan. Satu kali tidak datang, dua kali, tiga kali baru ada upaya paksa. Ini kan tiba-tiba langsung penangkapan," kata Asep kepada Republika, Ahad (25/1).
Asep mengatakan, penangkapan yang secara tiba-tiba tersebut menimbulkan kecurigaan yang sangat kuat bahwa itu merupakan perintah dari Plt Kapolri. Bukan tidak mungkin, lanjutnya, itu juga perintah dari Presiden dan tidak menutup kemungkinan Presiden juga mendapat perintah dari partai.
"Sangat jelas rangkaian itu. Tidak bodoh lah kita, tidak buta," ujarnya.
"Menyuruh orang memberikan keterangan palsu itu kan baru laporan dari seseorang, baru dugaan sementara dari pelapor. Itu pasti diperintahkan partai. Tidak mungkin ujug-ujug tampil dalam kondisi saat ini," kata Asep menambahkan.
Ia pun sangat menyayangkan penangkapan yang tidak didahului dengan pemanggilan atau pemeriksaan terhadap Bambang. "Jadi itu sangat tidak proporsional, berlebihan betul, show off betul, sangat menunjukkan dendam," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto ditangkap penyidik Bareskrim Mabes Polri Jumat (23/1) sekitar pukul 07.30 WIB. Ia diperiksa terkait dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi.
Bambang kemudian dibebaskan sekitar pukul 01.25 WIB, tak lama setelah jajaran pimpinan KPK meminta penangguhan penahanan terhadap dirinya kepada Plt Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti.