REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Satuan Reserse Narkoba Polresta Medan diharapkan dapat secepatnya menangkap pemilik dua ton ganja kering yang dikirimkan dari Provinsi Aceh dengan menggunakan truk Mitsubishi
"Bandar narkoba yang mengirimkan ribuan kilogram ganja itu, harus diringkus dan diproses secara hukum," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara (USU) Dr Pedastaren Tarigan,SH, di Medan, Kamis (22/1).
Sebelumnya, Personel Satuan Reserse Narkoba Polresta Medan menyita dua ton lebih ganja kering dari Provinsi Aceh yang diangkut menggunakan truk di Jalan Medan-Binjai, Ahad (18/1) dinihari. Selain itu, petugas kepolisian juga mengamankan dua orang tersangka yang membawa narkoba tersebut, yakni sopir berinisial J dan kernet truk berinisial M.
Pedastaren mengatakan, sindikat atau gembong pengiriman ganja tersebut, harus dicari hingga dapat oleh aparat kepolisian, karena merekalah yang harus bertanggung jawab mengenai pengiriaman obat-obat yang berbahaya itu.
Oknum sopir dan kernet tersebut, menurut dia, hanya kurir dan disuruh bandar narkoba membawa ganja, serta mereka diberikan upah berupa uang. "Jadi, yang perlu diberikan hukuman yang cukup berat kasus narkoba tersebut adalah bandar dan pemilik dua ton ganja.Sedangkan sopir dan kernet hanya disuruh," ujar Pedastaren.
Ia menjelaskan, setelah membekuk bos narkoba tersebut, maka Polresta Medan dapat mengembangkan penyidikan pengiriman ganja tujuan Pulau Jawa. "Kemungkinan pengiriman narkotika itu, juga banyak melibatkan orang lain, hal ini harus dilakukan pengusutan dan melimpahkan berkas perkaranya ke pengadilan," kata Kepala Laboratorium Fakultas Hukum USU.
Data diperoleh dari Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat sebanyak 4,6 juta orang Indonesia terlibat penyalahgunaan Narkoba atau sekitar dua persen dari penduduk Indonesia. Selain itu, sebanyak 15 ribu orang setiap tahun meninggal dunia secara sia-sia akibat menggunakan Narkoba, dan 5,8 persen korban yang meninggal dunia itu adalah mahasiswa. Biaya ekonomi dan sosial akibat pemakaian narkoba mencapai Rp 36,7 triliun rupiah dan Rp 11,3 triliun digunakan untuk pembelian narkoba.