REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Farouk Muhammad mengingatkan daerah-daerah mewaspadai puncak musim hujan tahun ini. Dalam kewaspadaan itu, pemerintah daerah mengantisipasi dan mempersiapkan maksimal upaya pencegahan bencana alam seperti banjir dan longsor menjelang puncak musim hujan.
Farouk mengingatkan hal itu menyusul laporan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang memperkirakan puncak intensitas hujan terjadi prtengahan Januari - awal Februari 2015.
Terhadap langkah mitigasi bencana tersebut, DPD RI resmi mengirimkan imbauan kepada seluruh pemerintah provinsi agar menginventarisasi daerah-daerah yang rawan bencana alam beserta statusnya. “Data yang kami dapatkan, ternyata lebih setengah jumlah provinsi di Indonesia memiliki potensi banjir dan longsor. Oleh karenanya, pemerintah daerah dan masyarakat dihimbau untuk senantiasa waspada,” ujarnya dalam siaran persnya yang diterima Republika Online, Kamis (22/1).
BMKG memprediksikan puncak musim hujan berlangsung bulan Januari dan Februari 2015. Sepanjang Desember tahun lalu 96 persen 342 zona musim (ZOM) sudah memasuki musim hujan. Berdasarkan monitoring terhadap suhu permukaan laut (SST) di perairan Indonesia, hingga bulan Maret 2015 kondisi SST Indonesia berada pada kisaran normal sampai hangat.
Ini berarti, terdapat cukup banyak pasokan uap air yang membawa peluang curah hujan di wilayah Indonesia. “Selama musim penghujan, secara umum bencana alam yang sering terjadi adalah banjir dan longsor. Kedua bencana alam itu seringkali terjadi karena tidak optimalnya fungsi infrastruktur dan masih minimnya antisipasi terhadap struktur tanah yang labil,” ujar Farouk.
Sebagai informasi, DPD RI bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sedang menyusun konsep dan melakukan kajian kebencanaan yang terjadi di beberapa daerah bersama pemangku kepentingan seperti otoritas resmi, akademisi, masyarakat, dan pemerhati. Konsep dan kajian tersebut diharapkan melahirkan kebijakan kebencanaan yang integratif dan implementatif. Proses ini diperlukan mengingat secara empirik daerah–daerah di sebagian besar wilayah Indonesia potensial terkena bencana alam. “Keseriusan menangani bencana alam akan menentukan kemampuan kita beradaptasi terhadap pancaroba maupun situasi alam ekstrim,” tutur guru besar PTIK dan UI ini.
Senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menambahkan, selain mengantisipasi bencana alam, masyarakat dan pemerintah daerah diharapkan terus meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan berbagai penyakit di puncak musim hujan seperti saat ini. Dalam langkah pencegahan dini, pemerintah daerah gencar menyosialisasikan penanganan beragam penyakit saat musim penghujan kepada masyarakat, selain memenuhi ketersediaan obat-obatan di unit-unit kesehatan daerah. “Sejumlah penyakit muncul saat pancaroba dan musim hujan, baik kategori penyakit menular langsung maupun yang menular melalui vektor. Untuk itu, terus ditanamkan perilaku hidup sehat masyarakat dan dibangun mekanisme respon efektif pemerintah daerah,” ujarnya.