Kamis 22 Jan 2015 21:29 WIB
PDIP vs Abraham Samad

Penyataan Hasto Soal Samad Bisa Jadi Bumerang Bagi PDIP

Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Foto: Republika/ Wihdan
Wasekjen PDIP Hasto Kristiyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Igor Dirgantara menilai pernyataan Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen PDIP Hasto Kritiyanto yang dimuat dalam artikel "Rumah Kaca Abraham Samad", sangat bermuatan politik dengan tujuan untuk mendeskreditkan KPK.

"Saya rasa ini cuma untuk dijadikan komoditas politik saja terkait calon kapolri yang diusung tuntas oleh PDIP dan ditentang oleh KPK," katanya, Kamis (22/1).

Pengamat politik dari Universitas Jayabaya itu melanjutkan, berbagai isu sengaja digulirkan untuk mendiskreditkan Ketua KPK Abraham Samad, termasuk foto mirip Abraham Samad dengan wanita cantik yang beredar luas di media beberapa waktu lalu pascaditetapkannya Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK.

"Isu-isu seperti ini memang terlihat sengaja dilempar untuk menurunkan kewibawaan KPK. Dulu saja waktu Pilpres, isu HAM juga sengaja dilemparkan PDIP untuk memojokkan Prabowo, padahal sempat jadi Cawapres Megawati di tahun 2009," jelasnya.

Dia mengingatkan, jurus permainan politik seperti demikian bisa menjadi bumerang bagi PDIP nantinya. Terkait pertemuan Samad dengan PDIP, Igor memandang mungkin saja memang ada pertemuan itu.

Setidaknya, kata dia, pada saat Pilpres banyak foto beredar pertemuan beberapa menit antara Abraham Samad dengan Jokowi di bandara.

Tetapi dia melihat hal ini akhirnya hanya dijadikan komoditas politik.

Igor mengatakan terlepas dari siapa yang benar antara Hasto dengan Abraham Samad soal artikel "Rumah Kaca Abraham Samad", kebenaran dalam politik tidak hitam-putih. "Bahkan dari sisi politik, seorang diplomat di luar negeri adalah orang jujur yang akan berbohong di negara lain demi menjaga marwah negaranya," jelas dia.

Menurutnya, keuntungan Hasto dan PDIP atas tudingan kepada Ketua KPK adalah untuk menggulirkan isu bahwa KPK juga bisa salah dalam menetapkan kasus Komjen Pol Budi Gunawan yang dianggap tidak melewati prosedur penyidikan yang benar.

"Isu ini juga sekaligus mengungkap masalah personalitas Ketua KPK yang 'tidak baik-baik amat' selama menjabat sebagai Ketua KPK yang cenderung bermasalah," kata dia.

Namun demikian, lanjut Igor, apabila benar terjadi pertemuan antara Abraham Samad dengan PDIP dalam konteks tawar-menawar posisi Cawapres Jokowi, maka hal itu tidak bisa dibenarkan legalitas hukumnya.

"Diperlukan sidang etik di KPK untuk mengusutnya, termasuk pengaturan sanksinya dalam revisi/perubahan terkait Perppu Pilkada nantinya," jelasnya.

Sebelumnya, Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa artikel berjudul "Rumah Kaca Abraham Samad" yang dilansir dalam Kompasiana sebagian besar benar adanya. Dalam artikel itu diceritakan bahwa Samad telah bertemu dengan beberapa orang PDIP sebanyak enam kali sebelum kontestasi pilpres 2014 berlangsung.

Dalam rentetan pertemuan itu Samad dituding sempat menyatakan kepada orang PDIP, bahwa dia bakal mengamankan kasus politisi PDIP Emir Moeis, dan Samad akan menjadi calon wakil presiden Jokowi.

Namun pada akhirnya setelah melalui berbagai konsultasi dengan para ketua umum parpol KIH dan keputusan Jokowi sendiri, maka cawapres Jokowi ditentukan adalah Jusuf Kalla.

Menurut Hasto cerita itu benar adanya, sekalipun Samad telah menyebut artikel itu fitnah belaka. Hasto bahkan menyatakan ketika Samad diberi kabar bahwa dirinya tidak jadi mendampingi Jokowi sebagai Cawapres dan posisinya diambil oleh politisi Golkar Jusuf Kalla, Samad tampak kecewa.

"Dia kira-kira mengatakan 'ya, saya tahu. Karena saya sudah melakukan penyadapan. Bahwa saya tahu yang menyebabkan kegagalan saya ini (menjadi cawapres Jokowi) adalah bapak Budi Gunawan'," jelasnya.

Hasto sendiri menegaskan bahwa Budi Gunawan tidak memiliki peran apapun dalam menentukan cawapres Jokowi. Dia juga mempertanyakan apa maksud Samad menyebut bahwa Budi Gunawan adalah penyebab kegagalannya sebagai cawapres Jokowi.

"BG tidak punya peran. Saya tidak tahu (kenapa Samad bisa menuding BG)," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement