Kamis 22 Jan 2015 19:32 WIB

Penempatan TKI Informal ke Luar Negeri Disetop 2017

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Yudha Manggala P Putra
Sebanyak 110 tenaga kerja Indonesia (TKI) bersiap untuk diberangkatkan ke Korea Selatan, Ciracas, Jakarta, Senin (7/5). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Sebanyak 110 tenaga kerja Indonesia (TKI) bersiap untuk diberangkatkan ke Korea Selatan, Ciracas, Jakarta, Senin (7/5). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri memastikan komitmennya untuk benar-benar menghentikan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) informal ke luar negeri pada tahun 2017.

Ia menambahkan, pihaknya  terus menekan jumlah penempatan TKI yang bekerja di luar negeri sebagai “domestic worker” atau penata laksana rumah tangga (PLRT).  “Jumlah penempatan  TKI domestik worker  itu akan ditekan sampai titik nol (Zero PLRT) sampai tahun 2017,” ujarnya  saat menggelar rapat kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia, di Jakarta, Kamis ( 22/1).

Secara bertahap pihaknya terus tekan penempatan TKI PLRT ke luar negeri dan memperbanyak TKI yang bekerja di sektor formal. Selain itu, pihaknya mengarahkan pekerjaan rumah tangga kepada jabatan tertentu berdasarkan kompetensi kerja khusus.

“Secara bertahap sampai tahun 2017 kita akan mengganti penempatan TKI PLRT dengan jabatan kerja sesuai kompetensi yaitu pengurus jompo, pengurus rumah tangga, pengasuh bayi/anak, juru masak, tukang kebun, dan sopir,” kata Hanif.

Hanif menambahkan, peralihan posisi kerja TKI PLRT dilakukan dengan meningkatkan kualitas calon TKI agar menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Sehingga, bisa menduduki jabatan profesi tertentu yang lebih spesifik saat bekerja di luar negeri.

Untuk mempercepat peralihan status kerja dari TKI PLRT menjadi TKI berdasarkan jabatan tertentu itu, maka setiap jabatan TKI akan melekat pada visa kerja sehingga dapat secara otomatis dimasukkan dalam kontrak kerja antara pengguna dan TKI yang bersangkutan.

“Jadi, pilihannya adalah harus ada pengakuan kerja berdasarkan jabatan dan profesi. Negara-negara penempatan harus mengakui sebagai pekerja dengan jabatan dan profesi tertentu dengan memiliki hak-hak normatif  seperti hak jam kerja, hak libur, hak pendapatan sesuai standar minimal, standar upah atau asuransi  jaminan sosial seperti pekerja formal lainnya,” ujarnya.

Sebagai solusinya, kata Hanif, pemerintah harus meningkatkan kualitas dan keterampilan kerja para calon TKI yang hendak bekerja ke luar negeri  dengan memberdayakan Balai Latihan Kerja (BLK) sehingga para TKI juga siap bekerja sesuai dengan jabatan dan profesi tertentu tadi. Saat ini pihaknya mengaku terus meningkatkan keterampilan kerja TKI PLRT dari keterampilan dasar yang menjadi keterampilan menengah.

“Akhirnya secara bertahap pada tahun 2017 para TKI itu terus dilatih agar menjadi TKI terampil yang menguasai keahlian keterampilan kerja seuai dengan jabatan dan profesinya,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement