Kamis 22 Jan 2015 00:45 WIB

Pengamat Makanan: Umat Islam di Indonesia Jarang Perhatikan Status Halal

Rep: C05/ Red: Winda Destiana Putri
Makanan halal
Foto: Antara
Makanan halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tingkat kesadaran akan makanan halal masih rendah dikalangan umat Islam di Indonesia. Hal ini menyebabkan perusahaan dan pengusaha makanan menjadi tak peduli untuk mengurus sertifikat halal.

Ari Parikesit, Konsultan Makanan dan Kuliner membandingkan kondisi Indonesia dengan Singapura. Masyarakat di Singapura dikatakannya, begitu peduli akan sertifikat halal.

"Umat Islam di sana tidak mau makan di tempat yang belum ada logo halalnya meski tempat itu tak memakai alkohol dan babi," ujarnya, Rabu (21/1). Padahal, disana umat Islam hanya minoritas.

Di Indonesia, dirinya sedikit memberikan gambaran. Umat Islam, kalau mau makan semisal di kaki lima atau rumah makan padang tidak memperhatikan status halal yang ada.

"Anggapannya kalau rumah makan menjual ayam goreng serta tidak menjual babi dan alkohol berarti halal," kata dia. Padahal, siapa yang bisa menjamin kalau pemotongan daging ayam di sana sudah sesuai dengan tuntutan Islam.

Dari kesadaran masyarakat inilah, pengusaha makan menjadi tak peduli dengan sertifikasi halal. "Logika nya pengusaha makanan buat apa mengurus sertifikat halal, toh tidak berpengaruh kepada laba usaha," ujarnya.

Sedangkan faktor lain adalah proses pengajuan sertifikasi yang mahal dan berbelit belit. "Hal ini semakin memperkuat alasan pengusaha untuk malas mengurus sertifikat halal," kata dia menambahkan.

Ari memberikan gambaran di Singapura yang mengurus tentang sertifikat halal adalah Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) dan juga National Environtment Agency.

"Kalau di Indonesia MUIS seperti MUI dan NEA seperti BPPOM tapi dengan kewenangan lebih luas," kata dia. Dia menyatakan bahwa seluruh pengusaha makanan mulai tingkat kuliner sampai restoran wajib mengajukan sertifikat halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement