Rabu 21 Jan 2015 13:22 WIB

PPATK Minta DKI Batasi Peredaran Uang Tunai

Rep: c97/ Red: Taufik Rachman
PPATK (ilustrasi)
PPATK (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuang, Muhammad Yusuf menyampaikan bahwa DKI harus membatasi transaksi dengan peredaran uang tunai. Sebab pencucian uang dengan menggunakan uang tunai lebih sulit ditelusuri.

"DKI ini daerah pertama yang bekerjasama dengan kita untuk pembatasan peredaran uang tunai. Kalau berhasil, kami berharap langkah ini bisa diikuti daerah lainnya," tutur Yusuf, Rabu (21/1). Menurutnya dalam sehari dan satu kali transaksi, 600 ribu orang melakukan penarikan uang tunai sebesar Rp 500 juta. Satu orang bisa melakukan dua hingga tiga transaksi. Sedangkan 163 ribu instansi dan perusahaan mengambil jumlah yang sama. Sehingga totalnya kurang lebih tiga triliun rupiah. 

Data di atas merupakan temuan PPATK tahun 2003 sampai 2014. "Dana tunai itu buat apa lagi kalau bukan untuk pencucian uang," tandas Yusuf. Ia menegaskan bahwa peredaran uang cash erat kaitannya dengan suap dan korupsi. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh instansi pemerintah, tapi juga korporasi.

Menurutnya sejak dulu rekening gendut pegawai Pemprov DKI memang ada. Bahkan PPATK telah melaporkan temuan tersebut dan selanjutnya diserahkan pada kepolisian. Dalam rangka melakukan pencegahan dan penanggulangan korupsi, pagi ini PPATK dan Pemprov DKI menandatangani nota kesepakatan bersama.

Adapun poin-poin yang disetujui, diantaranya mengenai kerja sama terkait pertukaran informasi, sosialisasi, pelatihan, pendidikan, dan penelitian tentang pencucian uang. Dibutuhkan upaya dari semua pihak untuk memerangi korupsi. Terutama komitmen kepala daerah. "Sebab ada rekening gendut kepala daerah yang kami temukan," ungkap Yusuf. Namun ia enggan menyebutkan siapa pihak yang bersangkutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement